Menhan Gantz Sebut Israel Bisa Serang Fasilitas Nuklir Iran 2-3 Tahun Mendatang
Menhan Israel Benny Gantz. (Wikimedia Commons/IDF Spokesperson's Unit photographer)

Bagikan:

JAKARTA - Israel dapat menyerang situs nuklir Iran dalam dua atau tiga tahun mendatang, kata menteri pertahanan negara itu pada Hari Rabu, komentar eksplisit yang tidak biasa tentang kemungkinan garis waktu.

Dengan upaya internasional untuk memperbarui Kesepakatan Nuklir 2015 yang terhenti, Iran telah meningkatkan pengayaan uranium, sebuah proses dengan penggunaan sipil yang pada akhirnya juga dapat menghasilkan bahan bakar untuk bom nuklir, meski mereka menyangkal memiliki desain seperti itu.

Para ahli mengatakan Iran berpotensi meningkatkan kemurnian fisil uraniumnya ke tingkat senjata dalam waktu singkat. Tetapi, membangun hulu ledak yang dapat dikirimkan akan memakan waktu bertahun-tahun, kata mereka, perkiraan yang digaungkan oleh seorang jenderal intelijen militer Israel bulan ini.

"Dalam dua atau tiga tahun, Anda mungkin melintasi langit ke arah timur dan mengambil bagian dalam serangan terhadap situs nuklir di Iran," kata Menteri Pertahanan Benny Gantz kepada lulusan kadet angkatan udara dalam pidatonya, melansir Reuters 29 Desember.

Selama lebih dari satu dekade, Israel telah mengeluarkan ancaman terselubung untuk menyerang fasilitas nuklir musuh bebuyutannya, jika menganggap diplomasi kekuatan dunia dengan Teheran menemui jalan buntu.

Namun, beberapa ahli meragukan Israel memiliki kekuatan militer untuk memberikan kerusakan permanen pada sasaran Iran yang jauh, tersebar dan dipertahankan dengan baik.

Perkiraan intelijen militer Israel untuk tahun 2023 adalah, Iran "akan melanjutkan jalannya yang lambat saat ini" di bidang nuklir, menurut surat kabar Israel Hayom pada hari Minggu.

"Iran hanya akan mengubah kebijakannya jika sanksi ekstrem diberlakukan padanya; maka Iran dapat memutuskan untuk mempercepat pengayaan ke tingkat militer," kata laporan itu, yang dikonfirmasi oleh juru bicara militer mengutip penilaian intelijen.

Di bawah kebijakan ambigu yang dirancang untuk mencegah musuh di sekitarnya sambil menghindari provokasi yang dapat memacu perlombaan senjata, Israel tidak membenarkan atau menyangkal memiliki persenjataan nuklir. Para sarjana percaya itu benar, setelah memperoleh bom pertama pada akhir 1966.

Diketahui, tidak seperti Iran, Israel bukan penandatangan Traktat Non-Proliferasi sukarela tahun 1970, yang menawarkan akses ke teknologi nuklir sipil sebagai imbalan atas penolakan penggunaan senjata nuklir.