Bagikan:

JAKARTA - Jenderal Qasem Soleimani, salah satu pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) tewas diserang pasukan AS. Kematian orang paling berpengaruh di tubuh IRGC itu menggemparkan publik internasional. 

Sementara, menurut Amerika Serikat, Soleimani merupakan salah satu teroris karena jadi pimppinan IRGC yang menjadi salah satu ancaman bagi AS. Lalu, seberapa besar pengaruh IRGC di Timur Tengah?

Dilansir dari berbagai sumber, IRGC terbentuk pada saat revolusi Iran bergulir tahun 1979. Revolusi Islam yang digawangi Ayatollah Khomenei itu bertujuan untuk menggulingkan rezim monarki Mohammad Reza Pahlevi yang juga disebut Mohammad Reza Shah, dan mendirikan Republik Islam. 

Cikal bakal pasukan IRGC mulanya dibentuk untuk memonitor militer rezim Shah dan menjaga negara tersebut dari kemungkinan adanya aktivitas kontrarevolusioner. Pada 5 Mei 1979, atau sebulan setelah pendeklarasian Republik Islam, Khomeini meminta Dewan Revolusi untuk membentuk secara resmi Korps Pengawal Revolusi Iran atau Korps Garda Revolusi Islam.

Pasukan IRGC punya tiga misi utama dan dua misi sekunder. Hal itu dijelaskan oleh Pemimpin IRGC Yahya Rahim Safavi ketika diwawancara Islamic Republic of Iran News Agency (IRNA) pada Agustus 2007.

"Misi utama IRGC termasuk pertahanan, keamanan, dan isu budaya. Sementara misi sekundernya yakni berhubungan dengan pembangunan negara dan melaksanakan kegiatan bantuan kemanusiaan dan penyelematan saat terjadi bencana alam," kata Safavi.

Lebih spesifik, Dewan Revolusi Iran seperti ditulis Frederic Wehrey dkk dalam The Rise of the Pasdaran: Assessing the Domestic Roles of Iran's Islamic Revolutionary Guards Corps (2009) membagi peran IRGC dalam beberapa kategori yang sudah kami rangkum. Di antaranya:

  1. Membantu pasukan keamanan dalam menangkap atau mencekal gerakan-gerakan kontrarevolusioner.
  2. Melindungi serangan dan aktivitas yang mengancam Iran yang berasal dari pasukan luar negeri.
  3. Melatih pasukan yang berada di bawah naungan IRGC dalam urusan moral, ideologi dan perkara politik militer.
  4. Membantu Republik Islam mengimplementasikan revolusi Islam.
  5. Mendukung gerakan pembebasan dan membantu menciptakan keadilan atas orang-orang tertindas di dunia di bawah naungan pimpinan Republik Revolusi Islam.
  6. Membantu mengatasi bencana nasional Iran

Jadi, pada intinya, pasukan IRGC punya peran internal dan eksternal untuk kepentingan negaranya. Tidak hanya kepentingan pertahanan dan keamanan namun juga peran untuk menyebarkan pengaruh di kawasan regional.

Pada awal pembentukannya, menurut catatan Council on Foreign Relations, IRGC membawahi beberapa pasukan khusus, yakni pasukan darat (Quds salah satunya) yang ditaksir berjumlah 100.000 lebih pasukan, pasukan laut yang tercatat lebih dari 20.000 pasukan, dan pasukan Basij sekitar 600.000 pasukan, ditambah pasukan udara yang jumlahnya tak diketahui.

Ekspansi IRGC

Selain mengawal kepentingan dalam negeri seperti menjegal gerakan kontrarevolusioner, IRGC dengan pasukan yang sudah disebutkan seperti punya kepercayadirian tinggi. Dengan percaya diri mereka mulai menggerakan pasukannya ke wilayah regional sekitar Iran.

Ekspansi pasukan IRGC ke luar negeri pertama kali dilakukan pada perang Iran-Irak. Masih menurut Council on Foreign Relations, mereka mulai mensponsori kelompok bersenjata yang tak punya kewarganegaraan di regional tersebut. Cabang pasukan IRGC yang mengemban tugas di Irak adalah pasukan Quds yang jenderalnya baru saja tewas diserang pasukan AS beberapa waktu lalu.

Perang Iran-Irak (1980-1988) menjadi batu loncatan sehingga pengaruh Iran lewat IRGC meluas. Jaringan mereka dengan kelompok-kelompok bersenjata meluas ke Afghanistan, Libanon, Palestina, dan tempat-tempat lainnya. IRGC berperan untuk menyediakan pelatihan militer untuk melanggengkan pengaruh Iran di regional tersebut.

Pasukan yang disokong Iran yang terkenal salah satunya Hezbollah di Libanon. Hezbollah seolah menjadi perpanjangan tangan Iran untuk mengekspor program revolusi mereka khususnya di Libanon. Melalui Hezbollah juga Iran mempertahankan sikap melawan agresi Israel dan tentu saja sekutunya, AS.

Beberapa insiden yang digadang-gadang didalangi Iran, sebagai simbol perlawanan kepada kedua negara tersebut yakni; ketika insiden pemboman kedutaan besar AS dan barak pasukan Prancis pada tahun 1983 di Berut. Selain itu, Iran juga pernah dicurigai menjadi otak dibalik pemboman tahun 1994 di pusat perkumpulan Yahudi di Buenos Aires. Tuduhan itu tapi kemudian ditepis oleh pihak Iran.

Insiden demi insiden terus terjadi memasuki awal abad 21. Usai invasi AS di Irak, hubungan AS-Iran terus memanas. Pada 2007 misalnya presiden AS George W. Bush menuduh pasukan Quds menyediakan bom pinggir jalan bagi militan Syiah untuk membunuh pasukan Amerika. Pemerintah AS pernah mencatat sebanyak 608 pasukannya di Irak tewas pada kurun 2003 hingga 2011. AS menuduh kematian itu disebabkan oleh pasukan IRGC.

Sementara itu, pada 2011 menyusul pemberontakan yang terjadi di Arab, pasukan Quds dikerahkan ke Suriah. Awalnya pejabat Iran mengklaim pasukan khusus itu melakukan misi hanya sebatas mempertahankan tempat ibadah orang-orang Syiah. Lama-lama mereka mengakui bahwa pasukan Quds juga turut membantu Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk membendung gerakan protes.

Masih menurut Council on Foreign Relations, ketika pemberontakan di Suriah berbalik menjadi perang sipil, pasukan Quds tidak hanya menjadi penasihat militer namun turut terjun langsung ke medan perang. Memang, menurut mereka yang pernah berhadapan langsung dengan pasukan Quds hampir tak ada orang Iran di dalamnya, namun mereka banyak yang terdiri dari milisi Hezbollah dan pengungsi Afghanistan yang direkrut IRGC. Oleh karena itu, berbagai fakta tersebut membuktikan bahwa peran Iran lewat di daerah regionalnya sudah cukup kuat sampai saat ini. Dan itu tidak lepas dari gerakan IRGC.