Bagikan:

JAKARTA - Meninggalnya Jenderal Iran Qasem Soleimani di tangan pasukan Amerika Serikat (AS) memicu polemik baru. Tak sedikit warganet menyebut operasi militer yang dilancarkan atas perintah Presiden AS Donald Trump itu sebagai awal dari perang dunia ke-3.

Seperti diketahui, Jenderal Soleimani tewas akibat serangan udara di bandara Baghdad pada Jumat pagi waktu setempat, serangan tersebut dilakukan atas perintah Presiden Trump. Namun Presiden Trump berkilah dengan mengatakan bahwa tindakan itu diambil untuk menghentikan perang, bukan memulai perang.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Khamenei tak dapat menyembunyikan amarahnya. Ayatollah Khamenei mengatakan "balas dendam berat menunggu para penjahat" di balik serangan AS. Kematian Soleimani akan menggandakan "perlawanan" terhadap AS dan Israel, ia menambahkan.

Ribuan warga Iran berkumpul atas kematian pahlawan bagi mereka. Para pelayat memegang foto Soleimani dan mengibarkan bendera Iran. Amarah tak jarang ditunjukkan, seruan "Amerika matilah" mereka teriakan, tujuan Presiden Trump untuk menghentikan perang justru menjadi bumerang untuknya. 

Sebelumnya, rakyat Irak juga berduka atas kematian Abu Mahdi al-Muhandis, seorang warga Irak yang memimpin kelompok Kataib Hezbollah yang didukung Iran dan terbunuh bersama Soleimani.

Menanggapi pernyataan Iran tersebut, seperti biasa Presiden Trump memberikan pernyataan lewat akun Twitter resminya. Trump menulis di Twitter bahwa Iran "berbicara dengan sangat berani tentang menargetkan AS" sebagai tanggapan atas kematian jenderal Soleimani.

Trump juga mengancam akan menghancurkan 52 situs terpenting jika Iran nekat melakukan serangan balas dendam. Trump juga menyingung bahwa AS akan menyerang situs budaya Iran, menunjukkan bahwa daftar target AS terhadap Iran jauh lebih luas daripada hanya menyerang kelompok militer atau ekonomi.

"(AS) menargetkan 52 situs Iran (mewakili 52 warga AS yang disandera oleh Iran bertahun-tahun yang lalu), beberapa di antaranya memiliki tingkat yang sangat tinggi dan penting bagi Iran dan budaya Iran, dan target-target tersebut beserta Iran sendiri, AKAN DISERANG SANGAT CEPAT DAN SANGAT KERAS. AS tidak menginginkan ancaman lagi!" ujar Trump lewat akun Twitter-nya. 

Dikutip dari BBC, Minggu 5 Januari 2020, Tak lama setelah tweet Trump tersebut, salah satu situs web pemerintah AS tampaknya telah diretas oleh kelompok yang menamakan kelompoknya "Iran Cyber ​​Security Group Hackers".

"Ini adalah pesan dari Republik Islam Iran. Kami tidak akan berhenti mendukung teman-teman kami di wilayah ini: rakyat Palestina yang tertindas, rakyat Yaman yang tertindas, rakyat dan pemerintah Suriah, rakyat dan pemerintah Irak, rakyat Bahrain yang tertindas, perlawanan mujahidin sejati di Lebanon dan Palestina, (mereka) akan selalu kami dukung,"

Halaman web tersebut diretas dengan gambar Presiden Trump, yang menggambarkan ia dipukul di wajah dan mengeluarkan darah dari mulut. "Ini hanya sebagian kecil dari kemampuan dunia maya Iran!" tulis peretas tersebut.

Sekadar informasi, Jenderal Qasem Soleimani dipandang sebagai tokoh paling kuat kedua di Iran, di bawah Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Pria 62 tahun tersebut mempelopori operasi Timur Tengah Iran sebagai kepala Pasukan Quds dan dipuji sebagai tokoh nasional yang heroik. Namun AS mencap Soleimani dan Pasukan Quds sebagai teroris, meminta mereka bertanggung jawab atas kematian ratusan personel AS.