JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Iran mengutuk keras kesepakatan bersejarah yang membangun hubungan diplomatik penuh antara Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel. Keputusan tersebut adalah "belati yang secara tidak adil diserang oleh UEA ke punggung rakyat Palestina dan semua umat Muslim."
Selain itu, Iran menyebut normalisasi hubungan antara UEA dan Israel sebagai tindakan berbahaya. Tindakan tersebut juga dianggap sangat memalukan dan memperingatkan UEA dan Israel tidak mencampuri "persamaan politik" di kawasan Teluk Arab.
"Pemerintah UEA dan pemerintah pendamping lainnya harus menerima tanggung jawab atas semua konsekuensi dari tindakan ini," kata pernyataan itu.
Melansir Reuters, Jumat, 14 Agustus, dalam kesepakatan yang ditengahi AS, UEA dan Israel mengumumkan bahwa mereka setuju menjalin hubungan diplomatik penuh. Israel juga berjanji menunda rencana aneksasi Tepi Barat, daerah yang akan Palestina jadikan sebagai negara masa depan mereka.
"Pendekatan baru UEA untuk menormalisasi hubungan dengan #Israel palsu, kriminal tidak menjaga perdamaian dan keamanan, tetapi melayani kejahatan Zionis yang sedang berlangsung," kata Hossein Amirabdollahian, penasihat ketua Parlemen Iran lewat akun Twitter-nya.
Mantan Kepala Pengawal Revolusi Iran, Mohsen Rezaei, mengatakan dalam bahwa UEA telah menjadikan dirinya "surga Israel" selama sepuluh tahun terakhir. "Tidak ada pejuang Muslim yang bersemangat dan tidak ada orang Arab yang mengkhianati Palestina, hanya tikaman tanpa cela dari belakang," katanya.
Perjanjian tersebut menjadikan UEA negara Teluk Arab pertama dan negara Arab ketiga --setelah Mesir dan Yordania-- yang memiliki hubungan diplomatik penuh dengan Israel. Mereka mengumumkannya dalam pernyataan bersama dan menyatakan segera merealisasikan berbagai bentuk kerja sama di berbagai bidang seperti pariwisata, penerbangan langsung, dan kedutaan dalam beberapa pekan mendatang.
BACA JUGA:
Lewat siaran TV pemerintah, Iran mengatakan pembentukan hubungan diplomatik antara Israel dan UEA adalah "kebodohan strategis" kedua negara. Pihak Iran juga mengatakan "tidak diragukan lagi akan memperkuat poros perlawanan di kawasan itu."
Kesepakatan bersejarah itu memberi kemenangan kebijakan luar negeri utama bagi Presiden AS Donald Trump. Trump yang tengah berupaya terpilih kembali sebagai presiden pada pemilu yang diselenggarakan pada November nanti selama ini khawatir Timur Tengah mengambil alih dukungan Arab untuk Palestina.
Selain Trump, kesepakatan tersebut juga memberikan pencapaian diplomatik untuk Netanyahu. Netanyahu tengah menghadapi banyak atas penanganannya terhadap pandemi COVID-19 yang dianggap gagal dan berdampak pada ekonomi.