Kisah Pembunuhan Raja Faisal, Reformis Pendidikan Arab
Raja Faisal (Foto: wikimedia commons)

Bagikan:

JAKARTA - Raja Arab Saudi ketiga Faisal yang merupakan putra dari pendiri kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz, dibunuh pada hari ini 25 Maret, 45 tahun lalu atau pada 1975. Padahal dia adalah raja yang dikenal sedikit berbicara ini dinilai cakap dalam memimpin sebuah negara. Salah satu warisannya adalah mereformasi dunia pendidikan di negara tersebut. 

Hari itu, 25 Maret 1975, Raja Faisal sedang menghadiri pertemuan bilateral dengan menteri perminyakan Kuwait. Mengutip tulisan Hidayat dan Mahmudi yang bertajuk Kekuasaan dan Kejatuhan Raja Faisa di Arab Saudi (2014), ketika Raja Faisal sedang menyambut delegasi dari Kuwait di ruang kerja raja, Faisal bin Musaid keponakan Raja Faisal tanpa ada kepentingan apa-apa tiba-tiba memasuki ruangan pertemuan itu begitu saja. 

Faisal bin Musaid menunggu di satu sisi ruangan tersebut. Usai menggelar pertemuan, melihat keberadaan Faisal bin Musaid, Raja Faisal melakukan penghormatan juga kepada pangeran muda tersebut. Raja Faisal mendekatinya dan mengecup kepala dan hidungnya sebagai tradisi penyambutan Keluarga Saud. 

Kejadiannya begitu cepat setelah itu. Faisal bin Musaid memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengambil sepucuk senjata api dan tiga butir timah panas dimuntahkan ke kepala Raja Faisal. Ahmed bin Abdul Wahab, orang yang mendampingi Raja Faisal sontak menyerang Faisal bin Musaid dan menyingkirkan pistolnya. Faisal bin Musaid kemudian ditangkap pihak militer. 

Sementara itu Raja Faisal dibawa ke rumah sakit pusat Riyadh. Sayangnya sekitar pukul 14.00 waktu Riyadh, Stasiun Radio Riyadh mengumumkan Raja Faisal meninggal dunia. 

Akibat perbuatannya itu, Pangeran Faisal bin Musaid ditahan. Investigasi atas pembunuhan ini pun digelar. Dalam waktu 16 minggu, otoritas keamanan Saudi melakukan penyelidikan mendalam dan hasilnya tidak menemukan bukti adanya konspirasi dalam pembunuhan tersebut. 

 

Pangeran Faisal pernah disebut-sebut mengalami gangguan kejiwaan oleh pihak keluarga kerajaan. Namun panelis dari ahli medis seperti diwartakan The New York Times, menyatakan hal berbeda. Mereka bilang Pangeran Faisal ketika melewati penjaga keamanan sebelum membunuh Raja Faisal dinyatakan dalam kondisi waras. 

Investigasi meluas sampai ke kegiatan Pangeran Faisal dan menelusuri rekan-rekannya ketika ia belajar di Amerika Serikat.

Pertama di Universitas Colorado kemudian Universitas California di Berkeley. Dalam penelusuran itu diketahui Pangeran Faisal pernah ditangkap dengan tuduhan menjual obat terlarang LSD. 

Setelah kembali ke Arab Saudi, Pangeran Faisal sibuk mengisi waktunya sebagai instruktur di Universitas Riyadh. Saat itu ia pernah dilaporkan dianggap tidak stabil secara emosional, dan pernah berada dalam perawatan psikiater di Beirut. 

Beberapa dugaan mencuat terkait motif pembunuhan Raja Faisal, mulai dari protes uang jatahnya, karena persoalan asmara, sampai dituding Pangeran Faisal sebagai agen intelegen Israel, Mossad. 

Sementara dugaan motif yang paling masuk akal adalah karena Pangeran Prince merasa tidak enak hati karena dicekal tidak boleh bepergian ke luar negeri. Penolakan itu ihwal kasus penangkapan Pangeran di Amerika Serikat. 

Satu lagi spekulasi yang kuat adalah Pangeran Faisal ingin membalaskan dendam salah seorang fanatik agama yang terbunuh sembilan tahun lalu sebelum insiden penembakan Raja Faisal, oleh polisi yang membubarkan demonstrasi menentang upaya memodernisasi Arab Saudi.

Reformasi pendidikan raja faisal

Faisal bin Abdul Aziz Al Saud memang dikenal sebagai pemimpin Kerajaan Arab Saudi yang begitu populer di dunia. Pria kelahiran 14 April 1906 ini, pernah mendapat gelar man of the year yang diberikan oleh majalah TIME. Dia dianggap melakukan reformasi di antaranya kebijakan pan-Islamisme, anti-komunis, dan pro Palestina. 

Selain itu, Raja Faisal juga dikenal sebagai orang yang memodernisasi institusi pendidikan di Arab Saudi. Pendidikan menjadi salah satu fokus utama Raja Faisal dalam pengembangan negara Arab. 

Menurut Hidayat dan Mahmudi (2014) bagi Raja Faisal, pendidikan adalah cara utama dalam membentuk negara yang kokoh dan kuat. Raja Faisal melakukan perubahan besar mengenai pendidikan di Arab Saudi. Arab Saudi pada saat itu menganut Free education for all. Sehingga tak ada satupun masyarakat yang tidak mendapatkan pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. 

 

Setelah naik takhta, Raja Faisal mulai membuat kebijakan untuk menambahkan anggaran biaya pendidikan, dan memberikan beasiswa kepada setiap masyarakat Arab Saudi yang ingin belajar. Terkhusus, bagi mereka yang ingin belajar di luar negeri, disediakan beasiswa khusus dengan ikatan dinas. 

Selain itu pada era kekuasannya, kategorisasi pendidikan baru pertama kali diberlakukan di Arab. Ia mulai fokus mengembangkan pendidikan seusai kategori tersebut yakni pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi dan pendidikan khusus. 

Sebelum 1960-an, pendidikan di Arab mandek. Pendidikan yang katanya untuk semua orang, ternyata dalam prakteknya masih ditemukan diskriminasi gender. 

Di Buraida misalnya, seperti dijelaskan Alexei Vassiliev dalam King Faisal: Personality, Faith, and Times (2013) daerah yang dikenal konservatif itu masih menganggap bahwa belajar akan mendorong perilaku bebas bagi perempuan dan hal itu dinilai dapat menghancurkan pondasi keluarga.

Lalu Raja Faisal bersama istrinya Iffat mulai mengampanyekan pendidikan bagi kaum perempuan pada 1962. Lewat sekolah khusus yang dibuatnya bernama Dar al-Hanan, Raja Faisal dan istrinya Iffat membuat prototype sekolah modern perempuan. 

Pada tahun 1964, sekitar 1 juta real Saudi digelontorkan untuk pengembangan sekolah Dar al-Hanan. Di tahun yang sama, mereka telah berhasil membuat model sekolah yang bisa dibilang baru. 

"Dar al-Hanan mendidik calon ibu terbaik lewat pengajaran Islam berdasarkan metode modern," tulis pemberitaan koran lokal seperti dikutip Vassiliev (2013).