JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson tak menyesalkan kematian Jenderal Iran Qasem Soleimani. Dia menganggap, Soleimani adalah ancaman bagi semua orang.
Boris Johnson sempat berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, pada Minggu 5 Januari 2020, dua hari setelah serangan drone AS terhadap Soleimani.
"Jenderal Qasem Soleimani merupakan ancaman bagi semua kepentingan kita dan bertanggung jawab atas perilaku yang mengganggu dan tidak stabil di kawasan itu (Iran-Irak)," kata PM Johnson, dikutip dari The Guardian, Senin 6 Januari 2020.
Johnson akan segera berbicara dengan Irak atas nama perdamaian dan demi menjaga stabilitas. Johnson mengajukan hal tersebut setelah Parlemen Irak menyerukan pengusiran pasukan asing yang berada di negara tersebut, termasuk tentara Inggris yang tengah melawan ISIS.
"Mengingat peran utama yang telah dia (Qasem Soleimani) mainkan dalam sebuah tindakan yang menyebabkan tewasnya ribuan warga sipil dan personel tentara Barat, kita tidak akan menyesali kematiannya. Namun jelas bahwa semua seruan balas dendam hanya akan mengarah pada lebih banyak kekerasan di wilayah tersebut dan itu tidak menjadi perhatian siapa pun," tambah Johnson.
Sebelum PM Inggris menyatakan pendapatnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Dominic Raab mengatakan, Inggris berada di 'halaman' yang sama dengan AS sehubungan kematian Soleimani.
Menlu Raab juga mengatakan, Soleimani adalah ancaman regional dan memahami posisi pasukan AS untuk menyerang Soleimani. Raab lalu menambahkan jika AS memiliki hak untuk membela diri.
"Mereka (AS) telah menjelaskan mengapa hal itu (serangan terhadap Soleimani) dilakukan dan kami bersimpati dengan situasi di mana mereka berada,” ujar Raab.
Raab juga membela keputusan PM Johnson untuk tidak menghentikan waktu liburannya di Mustique ketika berita kematian Soleimani muncul. Ia menyatakan bahwa Johnson telah bertanggung jawab sesuai porsinya.
Namun sikap Raab tersebut dikritik oleh anggota Partai Buruh yang juga merupakan menteri luar negeri kabinet bayangan Inggris, Emily Thornberry. Thornberry mengatakan, keputusan AS untuk membunuh Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak di Baghdad berisiko memicu peperangan di Timur Tengah dan pemerintah Inggris harus menegaskan bahwa tidak akan berperan dalam konflik semacam itu.
"Saya tidak meneteskan air mata atas kematian Soleimani; Saya sepenuhnya memahami pola perilakunya. Dia pada dasarnya bertanggung jawab atas pasukan pertahanan untuk Iran. Perilaku mereka membuat seluruh wilayah tidak stabil. Dia memiliki banyak darah di tangannya. Namun, untuk menewaskannya, pada tahap ini, ketika ada ketegangan yang meningkat, bagi saya tampaknya tidak membuat dunia lebih aman. Sebenarnya, kita sedang bergerak menuju perang," tukas Thornberry.