Ingatkan Israel Usai Serangan di Peringatan Kematian Jenderal Soleimani, Presiden Raisi: Anda akan Membayar Mahal
Presiden Iran Ebrahim Raisi. (Wikimedia Commons/Fars Media Corporation/Mohammad Sadegh Nikgostar)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Iran Ebrahim Raisi menyalahkan Israel atas dua ledakan yang menewaskan lebih dari 100 orang dalam peringatan kematian seorang jenderal senior negara itu di Iran tenggara pada Hari Rabu.

Sedikitnya 103 orang tewas dan 188 lainnya luka-luka, akibat dua ledakan di dekat makam Mayor Jenderal Qasem Soleimani di Kota Kerman.

"Saya memperingatkan rezim Zionis: Jangan ragu bahwa Anda akan membayar harga yang mahal atas kejahatan ini dan kejahatan yang telah Anda lakukan," kata Presiden Raisi dalam pidatonya yang disiarkan televisi, melansir CNN 4 Januari.

Presiden Raisi memberikan penekanan, hukuman terhadap Israel akan "disesalkan dan berat".

Diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi mengatakan ledakan pertama terjadi pada pukul 15.00 waktu setempat saat wawancara dengan saluran berita negara Iran IRIB. Sedangkan ledakan kedua yang lebih mematikan terjadi 20 menit kemudian, ketika jamaah lain datang untuk membantu korban luka, lanjut Vahidi..

Ledakan pertama terjadi 2.300 kaki (700 meter) dari makam Soleimani, dan ledakan kedua terjadi 0,6 mil (1 kilometer) jauhnya saat para peziarah mengunjungi lokasi tersebut, menurut IRNA.

Sementara saluran televisi pemerintah lainnya, IRINN, melaporkan ledakan pertama di dekat makam Soleimani disebabkan oleh bom yang ditempatkan di dalam koper di dalam mobil Peugeot 405. Itu diduga diledakkan dari jarak jauh.

Terpisah, militer Israel mengatakan kepada CNN, mereka "tidak berkomentar" mengenai ledakan di Iran. Di sisi lain, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan yang disebut Iran sebagai "serangan teror."

Sedangkan juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Matt Miller mengatakan kepada wartawan pada Hari Rabu, AS tidak "memiliki informasi independen" mengenai ledakan tersebut, dan pihaknya "tidak memiliki alasan untuk percaya bahwa Israel terlibat."