Bagikan:

JAKARTA - China membantah tuduhan genosida yang terjadi di Xinjiang, termasuk perlakukan terhadap muslim Uighur yang diarahkan oleh kekuatan Eropa dan Turki kepada China. Serta permintaan akses untuk mengunjungi Xinjiang.

Bantahan ini disampaikan oleh disampaikan oleh China dalam pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Senin 22 Februari di Jenewa, Swiss. Aktivis dan pakar hak asasi PBB mengatakan, sedikitnya 1 juta muslim ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. 

Namun, China mengatakan kamp-kamp tersebut diperlukan untuk melawan ekstremisme dengan memberikan pelatihan kejuruan.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan, mereka mengambil tindakan kontra-terorisme sesuai dengan hukum. Mereka juga menyebut Xinjiang menikmati stabilitas sosial dan perkembangan yang baik setelah empat tahun tanpa kasus teroris.

"Ada 24.000 masjid di Xinjiang, di mana orang-orang dari semua kelompok etnis juga menikmati hak-hak buruh," katanya melansir Reuters.

“Fakta dasar ini menunjukkan bahwa tidak pernah ada yang disebut genosida, kerja paksa, atau penindasan agama di Xinjiang.Tuduhan yang menghasut seperti itu dibuat karena ketidaktahuan dan prasangka, itu hanya hype yang jahat dan didorong secara politik dan tidak bisa jauh dari kebenaran," paparnya.

Wang pun memastikan, China sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2021-2023 selalu membuka lebar pintu Xinjiang untuk pemeriksaan PBB, meski tidak memberikan jadwal waktu.

“Pintu ke Xinjiang selalu terbuka. Orang-orang dari banyak negara yang telah mengunjungi Xinjiang telah mempelajari fakta dan kebenaran di lapangan. China juga menyambut Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia untuk mengunjungi Xinjiang," katanya, mengacu pada Kepala Hak Asasi PBB Michelle Bachelet, yang kantornya telah merundingkan persyaratan akses ke negara itu.

Sebelumnya, Pemerintahan Joe Biden telah mendukung keputusan pada menit-menit terakhir oleh Pemerintahan Trump, bahwa China telah melakukan genosida di Xinjiang dan mengatakan Amerika Serikat harus bersiap untuk membebankan biaya pada China.

Sementara, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengecam penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi yang katanya terjadi terhadap orang Uighur, dalam skala industri di Xinjiang.

Adapun Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, penahanan sewenang-wenang terhadap etnis minoritas seperti Uighur di Xinjiang, atau tindakan keras China terhadap kebebasan sipil di Hong Kong membutuhkan perhatian.

Selain itu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengharapkan transparansi dari China tentang masalah ini, sekaligus menyerukan untuk melindungi hak-hak orang Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang.