Bagikan:

JAKARTA - Parlemen Selandia Baru dengan suara bulat menyatakan, pelanggaran hak asasi manusia parah sedang terjadi terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, China pada Rabu 5 Mei.

Semua pihak membahas dan mendukung mosi pengecaman terhadap kondisi di Xinjiang yang diajukan Partai ACT. Namun, kata-kata 'genosida' belakangan direvisi dan dicoret dari mosi tersebut.

Wakil pemimpin ACT di Parlemen Selandia Baru Brooke van Velden, mengatakan, dia harus menyisipkan kalimat 'pelanggaran berat hak asasi manusia', untuk mendapatkan persetujuan dari Partai Buruh yang berkuasa, pimpinan Perdana Menteri Jacinda Ardern.

"Hati nurani kami menuntut bahwa jika kami yakin ada genosida, kami harus mengatakannya," tambah Van Velden, seperti melansir Reuters, Rabu 5 Mei. 

China melalui Kedutaan Besar di Wellington yang menyangkal semua tuduhan pelanggaran hak asasi di wilayah paling barat tersebut, menyatakan ketidakpuasan dan penentangan terhadap mosi tersebut.

"Kami berharap pihak Selandia Baru dapat bersikap objektif dan adil, taat pada hukum internasional dan tidak mencampuri urusan dalam negeri China sehingga dapat menjaga perkembangan yang baik dari hubungan bilateral kita," ujar Duta Besar China untuk Selandia Baru Wu Xi.

"Menggunakan masalah terkait Xinjiang untuk menekan China adalah sia-sia dan hanya akan merusak rasa saling percaya antara kedua belah pihak," tambahnya, 

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta membela keputusan pemerintah untuk tidak menggunakan istilah genosida, dengan mengatakan hal itu telah menimbulkan kekhawatiran beberapa kali dengan China, tetapi tidak secara resmi menetapkan situasi tersebut sebagai genosida.

"Ini bukan karena kurangnya perhatian. Genosida adalah kejahatan internasional yang paling parah dan keputusan hukum formal hanya boleh dicapai setelah penilaian yang ketat atas dasar hukum internasional," paparnya.

Dia menambahkan, Selandia Baru bersama dengan pemerintah lain, akan memenuhi seruannya kepada China untuk memberikan akses yang berarti dan tidak terbatas ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta pengamat independen lainnya untuk memastikan situasi di Xinjiang.