JAKARTA - Organisasi hak asasi manusia Amnesty International, mengatakan China melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang, wilayah barat laut yang merupakan rumah bagi Uyghur dan minoritas Muslim lainnya.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Hari Kamis, Amnesty International meminta PBB untuk menyelidiki dan mengatakan China telah membuat orang Uighur, Kazakh dan Muslim lainnya ditahan massal, diawasi dan disiksa.
Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard menuduh pihak berwenang China menciptakan 'pemandangan neraka dystopian dalam skala yang mengejutkan'.
"Ini harus mengejutkan hati nurani umat manusia, sejumlah besar orang telah menjadi sasaran cuci otak, penyiksaan dan perlakuan merendahkan lainnya di kamp-kamp interniran. Sementara jutaan lainnya hidup dalam ketakutan di tengah aparat pengawasan yang luas," kata Callamard, seperti melansir BBC Jumat 11 Juni.
Tak hanya itu, Callamard juga menyebut Sekjen PBB Antonio Guterres gagal bertindak sesuai mandatnya terhadap masalah ini.
"Mr Guterres 'belum mencela situasi', dia tidak menyerukan penyelidikan internasional. Adalah kewajibannya untuk melindungi nilai-nilai yang menjadi dasar pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tentu saja tidak tinggal diam di depan kejahatan terhadap kemanusiaan," tukasnya.
Dalam laporan setebal 160 halaman berdasarkan wawancara dengan 55 mantan tahanan, Amnesty mengatakan ada bukti bahwa negara China telah melakukan setidaknya kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti pemenjaraan atau perampasan kebebasan fisik berat lainnya yang melanggar aturan dasar hukum internasional, penyiksaan dan penganiayaan.”
Laporan tersebut mengikuti serangkaian temuan serupa oleh Human Rights Watch, yang dalam laporannya Bulan April menyatakan Pemerintah China bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
China telah dituduh oleh beberapa negara Barat dan kelompok hak asasi melakukan genosida terhadap kelompok etnis Turki di Xinjiang, meskipun ada perselisihan mengenai apakah tindakan negara tersebut merupakan genosida.
Penulis laporan Amnesty Jonathan Loeb mengungkapkan, penelitian organisasinya belum mengungkap semua bukti kejahatan genosida yang telah terjadi, tetapi baru 'menggores' permukaannya saja.
China secara rutin menyangkal semua tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
Para ahli umumnya setuju bahwa China telah menahan sebanyak satu juta orang Uighur dan Muslim lainnya, serta memenjarakan ratusan ribu orang lagi dalam tindakan kerasnya di Xinjiang yang dimulai pada tahun 2017.
Ada laporan luas tentang penyiksaan fisik dan psikologis di dalam penjara dan kamp penahanan di wilayah tersebut. Tak hanya sampai di situ, China juga dituduh menggunakan sterilisasi paksa, aborsi, dan pemindahan penduduk untuk mengurangi tingkat kelahiran dan kepadatan penduduk, menargetkan para pemimpin agama untuk melanggar tradisi agama dan budaya.
Tuduhan ini pun selalu dibantah oleh Beijing dan mengatakan, kamp-kampnya di Xinjiang adalah program kejuruan dan deradikalisasi sukarela untuk memerangi terorisme di wilayah tersebut.
Dalam laporannya, Amnesty mengatakan kontra-terorisme tidak dapat secara masuk akal menjelaskan penahanan massal. Tindakan Pemerintah China menunjukkan niat yang jelas untuk menargetkan bagian dari populasi Xinjiang secara kolektif berdasarkan agama dan etnis, menggunakan kekerasan dan intimidasi yang parah untuk membasmi keyakinan agama Islam, serta praktik etno-budaya Muslim Turki".
Organisasi itu menyatakan keyakinannya, mereka yang dibawa ke jaringan kamp di Xinjiang "menjadi sasaran kampanye indoktrinasi tanpa henti serta penyiksaan fisik dan psikologis".
Metode penyiksaan itu menurut laporan Amnesty, termasuk pemukulan, sengatan listrik, posisi stres, penggunaan pengekangan yang melanggar hukum (termasuk dikurung di kursi harimau), larangan tidur, digantung di dinding, menjadi sasaran suhu yang sangat dingin dan kurungan tersendiri.
"Kursi harimau, keberadaannya telah dilaporkan di tempat lain, dikatakan sebagai kursi baja dengan besi kaki dan borgol yang dirancang untuk membelenggu tubuh di tempatnya. Beberapa mantan tahanan mengatakan kepada Amnesty, mereka dipaksa untuk melihat orang lain terkunci tidak bergerak di kursi harimau selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari.
Amnesty juga mengatakan, sistem kamp di Xinjiang tampaknya beroperasi di luar lingkup sistem peradilan pidana China atau hukum domestik lainnya yang diketahui, dan ada bukti tahanan telah dipindahkan dari kamp ke penjara.
Meskipun banyak temuan telah dilaporkan sebelumnya, penyelidikan Amnesty kemungkinan akan menambah tekanan internasional terhadap China atas tindakannya di Xinjiang.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) sebelumnya menggambarkan sebagai genosida, dengan Parlemen Inggris, Kanada, Belanda, dan Lithuania telah mengeluarkan resolusi yang membuat deklarasi yang sama.
Pada Bulan Maret, Uni Eropa, AS, Inggris dan Kanada menjatuhkan sanksi kepada pejabat China atas dugaan pelanggaran tersebut. China menanggapi dengan menjatuhkan sanksi pembalasan kepada anggota parlemen, peneliti, dan institusi.
BACA JUGA:
Kemungkinan China diselidiki oleh badan hukum internasional diperumit oleh fakta, China bukan penandatangan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), menempatkannya di luar yurisdiksi pengadilan. Memiliki hak veto atas kasus-kasus yang diambil oleh Internasional.
Untuk diketahui, Pengadilan hukum ICC mengumumkan mereka tidak akan melanjutkan kasus di Xinjian pada Desember lalu. Sementara, serangkaian dengar pendapat independen diadakan di London pekan lalu, dipimpin oleh pengacara Inggris terkemuka Sir Geoffrey Nice, yang bertujuan untuk menilai tuduhan genosida.