JAKARTA - Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya mempersiapkan perubahan (revisi) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebab, sejumlah pasal dalam UU ITE dianggap memiliki banyak pasal karet.
Menanggapi hal ini, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) meminta pihak kepolisian agar lebih selektif dan tidak sewenang-wenang dalam menanggapi aduan atau laporan terkait pelanggaran UU ITE.
"BEM SI menuntut instansi Polri agar lebih selektif dalam menanggapi laporan pelanggaran UU ITE dan bertindak tegas dalam penegakan supremasi hukum," kata Koordinastor Pusat BEM SI Remy Hastian dalam keterangannya, Senin, 22 Februari.
Remy memandang UU ITE memiliki pasal karet, sehingga banyak menjerat aktivis dan kelompok mitra kritis atau juga pihak yang berseberangan dengan pemerintah.
Salah satunya adalah penangkapan aktivis yang mengkritik pemerintah terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Padahal, menurut Remy, UU ITE seharusnya memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.a
"BEM SI juga mendesak pemerintah bersama DPR untuk merevisi pasal karet UU ITE agar tidak terjadi multitafsir. Sehingga, sejalan dengan asas demokrasi," ujar dia.
BACA JUGA:
Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) Fadjroel Rachman memastikan jika revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dilakukan, pemerintah bakal menampung aspirasi masyarakat.
"Tentu diupayakan agar masyarakat bisa memberikan masukan. Sehingga (UU ITE, red) yang terbaru nanti kalau terjadi perubahan betul-betul menampung semua kritik dan masukan," kata Fadjroel.
Selain itu, pemerintah juga akan melakukan audit legal terhadap pasal yang dianggap bermasalah di dalam undang-undang tersebut dan melakukan perbaikan naskah akademik.
"Sehingga, (UU ITE, red) sesuai dengan prinsip hukum, keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, serta sesuai dengan prinsip konstitusi kita," tegasnya.