Bagikan:

JAKARTA - Polri menegaskan tak pernah mengharuskan lembaga survei untuk mendapatkan izin kapolres setempat bila hendak menyebar kuesioner terkait pemilihan Presiden (Pilpres).

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut tidak ada kewenangan Polri terkait dengan proses survei. Sehingga, tak perlu ada izin ketika menyebar kuesioner.

"Jadi kita menjelaskan kaitannya dengan lembaga survei yang ingin menyebarkan kuisioner tentunya bukan merupakan ranah kepolisian, sehingga tidak harus izin kepolisian," ujar Ramadhan kepada wartawan, Selasa, 2 Januari.

Ditegaskan, Polri memiliki tugas pokok yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

Selain itu, Ramadhan juga menegaskan bila seluruh angota Polri harus menjunjung tinggi netralitas dalam Pemilu 2024. Terutama tidak terlibat politik praktis.

"Kembali ke netralitas Polri, Polri itu tidak boleh berpihak pada salah satu paslon, kepada salah satu caleg, ya intinya tidak boleh terlibat politik praktis," kata Ramadhan.

Adapun, pernyataan itu guna merespon Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Aria Bima yang sempat menyebut ada dugaan upaya penggiringan opini satu putaran melalui lembaga survei. 

Hal ini disampaikan Aria saat disinggung soal komunikasi dengan kubu AMIN terkait putaran kedua. Ia awalnya menyinggung kubu pasangan nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang terlalu percaya diri dengan pilpres satu putaran meski diikuti tiga calon.

“(Kubu, red) 02 terlalu yakin satu putaran. Kami dengan 01 tidak yakin satu putaran, pasti dua putaran,” kata Aria.

Aria mengaku pernah bicara soal fenomena satu putaran ini dengan kubu AMIN. Hasilnya, mereka menduga ada pihak yang berupaya menggiring opini publik lewat survei.

“Karena gini loh, ini kan ada opini publik, dibangun lewat survei kemudian di glorifikasi satu putaran, kemudian survei yang seharusnya memotret realitas tapi ini menggiring realitas opini yang ada,” tegasnya.

Survei ini disebut Aria sengaja dibuat diduga untuk membuat pusing kubu Ganjar-Mahfud dan AMIN. “Semua dibikin satu putaran, jadi ada desain lembaga survei,” ungkap anggota DPR RI itu.

Tapi, dua kubu ini diklaim Aria tak panik. Ia hanya menyayangkan cara semacam ini harusnya tak boleh dilakukan.

Aria juga menegaskan pihaknya bukan tidak percaya dengan metodologi yang digunakan para lembaga survei. “Jangan sampai ada upaya menggiring opini lewat survei satu putaran seolah-olah itu demokratis,” ujarnya.

“Sementara aspek di dalam implementasi satu putaran itu adalah kerja aparat. Ini yang bahaya. Kami sepakat jangan sampai oknum aparat dipakai untuk memobilisasi dukungan dengan pembenaran prakondisinya adalah lembaga survei,” pungkas Aria.