JAKARTA - Perserikat Bangsa Bangsa menyelesaikan penarikan pasukan penjaga perdamaian di Mali yang tergabung dalam Multidimensional Integrated Stabilization Mission (MINUSMA) setelah satu dasawarsa, saat jumlah personel yang tewas tembus 300 personel dan menjadikannya misi PBB paling mematikan setelah Lebanon.
Dalam pernyataannya PBB mengatakan, proses penarikan diselesaikan pada Hari Minggu, dengan nantinya hanya sebuat tim kecil yang akan tetap tinggal di negara itu, untuk mengawasi pengangkutan aset dan pembuangan peralatan milik PBB.
"Dana, lembaga dan program PBB sudah berada di Mali jauh sebelum pengerahan MINUSMA dan akan tetap berada di Mali setelah penarikan pasukan," kata ketua MINUSMA El-Ghassum Wane, seperti melansir Reuters 1 Januari.
Misi penjaga perdamaian di Mali diluncurkan pada tahun 2013, setelah terjadi pemberontakan dengan kekerasan oleh pemberontak separatis yang berusaha mengambil kendali bagian utara negara itu dan kudeta yang dipimpin militer.
Dengan sekitar 310 penjaga perdamaian terbunuh, MINUSMA adalah misi PBB yang paling mematikan kedua di dunia, setelah misi PBB di Lebanon (UNIFIL), seperti dikutip dari BBC.
Pada musim panas, otoritas Mali mengatakan kepada PBB, sekitar 12.000 pasukan pembawa perdamaiannya harus pergi. Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk menarik misi tersebut.
Staf PBB telah keluar dari negara itu secara bertahap selama berbulan-bulan, dengan batas waktu 31 Desember untuk penarikan penuh.
Pada Hari Jumat, media lokal melaporkan MINUSMA telah menyerahkan kendali atas salah satu kamp besar terakhirnya di wilayah utara Timbuktu sebelum batas waktu yang ditentukan, demi alasan keamanan.
Timbuktu adalah salah satu dari tiga lokasi yang seharusnya tetap dibuka untuk mengatur akhir misi setelah 31 Desember, namun PBB khawatir dengan kehadiran militan, kata laporan.
El-Ghassim Wane mengatakan, "ada kesenjangan antara apa yang diamanatkan kepada kami dan apa yang mampu kami lakukan."
"Kami melakukan banyak hal tetapi yang pasti itu di bawah ekspektasi dan di bawah kebutuhan," katanya.
Diketahui, keamanan di Mali rapuh, dengan aktifnya kelompok ISIS dan afiliasinya hingga gerakan separatis.
BACA JUGA:
Mali dikecualikan dari blok regional Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat, bersama dengan Guinea, Niger dan Burkina Faso, yang semuanya juga dijalankan oleh pemerintahan militer yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta.
Mali dipimpin oleh para pemimpin militer setelah dua kudeta pada tahun 2020 dan 2021.
Pada Bulan September, Mali, Niger dan Burkina Faso membuat pakta pertahanan yang disebut Aliansi Negara-negara Sahel.