Lakukan Kudeta, Parlemen Myanmar Siapkan Tuntutan Hukuman Mati untuk Pemimpin Militer
Jenderal Min Aung Hlaing (True News Information Unit via myanmar-now.org)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Administrasi Negara (SAC) bentukan militer Myanmar yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing, bakal menghadapi rencana penuntutan di pengadilan dalam negeri maupun internasional, terkait dengan pengkhianatan tingkat tinggi karena merebut kekuasaan dengan melanggar Konstitusi 2008.

Hal ini dikeluarkan oleh Komite Perwakilan Parlemen Myanmar (CRPH), yang digagas oleh anggota parlemen dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi sebagai pemenang Pemilu November 2008 sekaligus mayoritas parlemen

CRPH yang telah meminta nasihat hukum kepada kelompok ahli hukum Myanmar, mendapati para pelaku kudeta militer 1 Februari lalu dapat dituntut atas pengkhianatan tingkat tinggi dengan pidana hukuman mati.

"Fakta bahwa dewan militer telah merebut kekuasaan dengan menggunakan senjata merupakan pengkhianatan tingkat tinggi terhadap pemerintah dan dewan harus dituntut di Mahkamah Agung," perwakilan ahli hukum Myanmar dalam penyataannya melansir The Irrawaddy.

"Perebutan kekuasaan melanggar Pasal 201, 203, 347 dan 375 dari Konstitusi 2008 yang dirancang militer dan panglima tertinggi, Min Aung Hlaing, sendiri dengan menyatakan keadaan darurat," sambung pernyataan tersebut.

Pasal 201 mengatakan keadaan darurat tidak dapat diumumkan tanpa persetujuan dari 11 anggota Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional, di mana panglima militer menempati urutan keenam di bawah presiden, dua wakil presiden dan dua ketua kamar parlemen (majelis tinggi atau Amyotha Hluttaw dan majelis rendah atau Pyithu Hluttaw).

“Mereka membenarkan kudeta mereka dengan mengacu pada Konstitusi 2008. Kami akan menuntut mereka dengan membuktikan bahwa kudeta itu bertentangan dengan Konstitusi. Kami akan melakukan apapun yang kami bisa,” kata U Myo Naing, anggota CRPH yang mewakili Wilayah Mandalay.

Militer memandang CRPH sebagai upaya pemerintah paralel dan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi anggotanya.

“Orang-orang bertindak secara kolektif. Kami memberikan panduan di mana kami bisa dan bekerja selangkah demi selangkah. Kesepakatan bersama adalah untuk menggulingkan kediktatoran militer. Orang harus melawannya dengan satu pikiran dan satu suara. Kami sedang bekerja untuk itu, ”kata U Myo Naing.

SAC telah mengamandemen definisi KUHP tentang pengkhianatan tingkat tinggi yang mengatakan bahwa hanya penggunaan kekerasan yang tidak konstitusional yang merupakan pengkhianatan tingkat tinggi, yang berarti penggunaan kekerasan secara konstitusional dapat diterima.

CRPH menyatakan menentang amandemen tersebut dan mendesak masyarakat untuk tidak mengakui perubahan tersebut. Menurut ahli hukum, perubahan hukum di bawah Konstitusi 2008 harus disusun dalam RUU yang melalui DPR dan ditandatangani Presiden.