Total Ada Sekitar 117 Hukuman Mati yang Dijatuhkan, Rezim Militer Bela Keputusan Mengeksekusi Empat Aktivis: Sah dan Atas Nama Keadilan Rakyat
Ilustrasi unjuk rasa anti-kudeta militer Myanmar. (Wikimedia Commons/MgHla (aka) Htin Linn Aye)

Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar membela keputusannya untuk melaksanakan hukuman mati terhadap empat aktivis demokrasi, meski dikecam PBB hingga berbagai negara.

Rezim militer Myanmar mengatakan, keputusannya untuk melakukan eksekusi mati keempat aktivis tersebut sah, dan dilakukan atas nama keadilan bagi rakyat negara itu.

Juru bicara rezim Zaw Min Tun mengatakan eksekusi itu tidak bersifat pribadi, tetapi dilakukan di bawah hukum dan orang-orang itu diberi kesempatan untuk membela diri.

Dia mengatakan, pemerintah militer tahu eksekusi itu, yang pertama dalam beberapa dekade di Myanmar, akan menuai kritik dari berbagai pihak, melansir Reuters 26 Juli.

Sebelumnya, empat aktivis demokrasi Myanmar dijatuhi hukuman mati dalam persidangan rahasia pada Januari dan April lalu. Mereka dituduh membantu gerakan perlawanan sipil yang telah memerangi militer sejak kudeta tahun lalu, dan tindakan keras berdarah terhadap protes nasional.

Di antara mereka yang dieksekusi adalah juru kampanye demokrasi Kyaw Min Yu, lebih dikenal sebagai Jimmy, dan mantan anggota parlemen dan artis hip-hop Phyo Zeya Thaw, sekutu pemimpin terguling Aung San Suu Kyi. Dua orang lainnya yang dieksekusi adalah Hla Myo Aung dan Aung Thura Zaw.

zaw min-tun
Zaw Min Tun (kanan) bersama pejabat rezim militer Myanmar saat memberikan keterangan pers. (Wikimedia Commons/VOA Burmese)

Media pemerintah mengatakan "hukuman telah dilakukan", tetapi tidak mengatakan kapan, atau dengan metode apa. Eksekusi sebelumnya di Myanmar dilakukan dengan cara digantung.

Pemerintah Persatuan Nasional Bayangan (NUG), yang memimpin upaya untuk melemahkan upaya junta untuk memerintah Myanmar, mengatakan sudah waktunya untuk tanggapan internasional.

"Komunitas global harus menghukum kekejaman mereka," kata Kyaw Zaw, juru bicara kantor presiden NUG.

Terpisah, Kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet menyebut eksekusi itu sebagai "langkah yang kejam dan regresif."

Sementara, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keras eksekusi tersebut dan menyerukan lagi untuk pembebasan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk Suu Kyi.

Dalam pernyataan bersama, Uni Eropa, Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru, Norwegia, Korea Selatan, Inggris dan Amerika Serikat menggambarkan eksekusi tersebut sebagai "tindakan kekerasan tercela yang selanjutnya menunjukkan pengabaian rezim terhadap hak asasi manusia dan aturan hukum. hukum."

Adapun Penasihat hukuman mati Amnesty International, Chiara Sangiorgio, mengatakan eksekusi tersebut merupakan "kemunduran besar" dan junta "tidak akan berhenti di situ."

Sedangkan penjabat direktur Asia Human Rights Watch Elaine Pearson mengatakan, itu adalah "tindakan kekejaman total" yang "bertujuan untuk mendinginkan gerakan protes anti-kudeta."

Diketahui, eksekusi tersebut adalah yang pertama dilakukan di antara sekitar 117 hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan yang dijalankan militer sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), yang telah melacak penangkapan, pembunuhan, dan putusan pengadilan di Myanmar.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus menyatukan situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.