Rezim Militer Myanmar Bakal Hukum Mati Aktivis dengan Cara Digantung, PBB: Bisa Jadi Kejahatan Perang
Ilustrasi unjuk rasa antikudeta rezim militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Ninjastrikers)

Bagikan:

JAKARTA - Pejabat kemanusiaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengatakan, rencana rezim militer Myanmar untuk mengeksekusi mata lawan politiknya bisa menjadi kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan.

Rezim militer Myanmar mengumumkan pada 3 Juni lalu, akan mengeksekusi mantan anggota parlemen dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) pimpinan Aung San Suu Kyi, serta seorang aktivis demokrasi terkemukan, lantaran tuduhan terorisme, menjadi rencana eksekusi yudusial pertama di negara itu sejak 1990.

Empat orang, termasuk mantan anggota parlemen Phyo Zeya Thaw dan aktivis demokrasi Ko Jimmy, "yang dijatuhi hukuman mati akan digantung sesuai prosedur penjara", kata juru bicara junta Zaw Min Tun kepada AFP.

Terkait hal tersbeut, Nicholas Koumjian, kepala Mekanisme Investigasi Independen PBB untuk Myanmar mengatakan, dia mengikuti kasus ini dengan cermat.

"Informasi yang tersedia sangat menunjukkan bahwa di bawah hukum internasional, hak-hak dasar orang-orang yang dihukum secara terang-terangan dilanggar dalam proses ini," kata Koumjian tentang persidangan yang tertutup untuk umum, melansir CNA 21 Juni.

"Menjatuhkan hukuman mati, atau bahkan masa penahanan, berdasarkan proses yang tidak memenuhi persyaratan dasar pengadilan yang adil dapat merupakan satu atau lebih kejahatan terhadap kemanusiaan atau kejahatan perang," tambahnya.

Diketahui, rezim militer Myanmar telah menghukum mati puluhan aktivis anti-kudeta, sebagai bagian dari tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat setelah kudeta tahun lalu, tetapi Myanmar belum melakukan eksekusi selama beberapa dekade.

Koumjian menggarisbawahi, agar persidangan yang digelar rezim militer terhadap para terdakwa dianggap adil, harus diadakan secara terbuka di depan umum semaksimal mungkin.

"Pengecualian berdasarkan keamanan nasional atau pertimbangan lain harus dibatasi, sejauh dibenarkan secara tegas," tandasnya.

Tetapi dalam kasus-kasus ini, "tampaknya tidak ada proses publik atau keputusan yang tersedia untuk umum".

Ini menimbulkan keraguan apakah pengadilan itu tidak memihak dan independen, tambahnya.

Mekanisme PBB untuk Myanmar dibuat oleh dewan hak asasi manusia PBB pada tahun 2018. Tugasnya adalah mengumpulkan bukti kejahatan internasional dan pelanggaran hak asasi manusia di bekas Burma, mendokumentasikannya dengan maksud untuk memfasilitasi proses pidana.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus menyatukan situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.