Bagikan:

JAKARTA - Dewan Administrasi Negara (SAC) yang dipimpin oleh pemimpin kudeta militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengubah isi Undang-Undang terkait pasal pengkhianatan dan penghasutan tingkat tinggi. Ini dilakukan untuk menjamin impunitas bagi para pemimpin militer Myanmar yang melakukan kudeta 1 Februari lalu.

Pasal yang dimaksud adalah Pasal 121, Pasal 124 dan Pasal 505 Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan warisan era kolonial. 

Pasal 121 yang asli berbunyi, siapa pun yang mencoba atau mempersiapkan dengan kekuatan senjata atau cara kekerasan lainnya untuk menggulingkan organ-organ perhimpunan atau unit-unit konstituennya yang dibentuk oleh Konstitusi, bersalah atas pengkhianatan tingkat tinggi.

Diubah sehingga hanya penggunaan kekuatan senjata yang inkonstitusional saja yang merupakan makar tinggat tinggi. Sementara penggunaan kekerasan senjata dapat diterima sepanjang sesuai dengan Undang-Undang. 

Pasal 124 yang semula berbunyi 'melarang segala upaya untuk menimbulkan kebencian atau penghinaan atau menimbulkan ketidak puasan terhadap pemerintah', diubah menjadi 'melarang segala upaya untuk menimbulkan kebencian, penghinaan, dan ketidakpuasan terhadap militer dan personel militer, selain pemerintah'.

Ini juga meningkatkan hukuman untuk kejahatan tersebut, dari semula tiga tahun menjadi minimal tujuh tahun hingga maksimal 20 tahun.

Militer Myanmar juga telah mengubah Pasal 124 (c) dan (d), mengkriminalisasi setiap upaya 'untuk menyabotase atau menghalangi keberhasilan Badan Pertahanan dan organisasi penegak hukum yang terlibat dalam menjaga stabilitas negara' dan 'untuk menghalangi atau mengganggu Pertahanan Personel layanan dan pegawai pemerintah dalam tugasnya'.

Ini juga meningkatkan hukuman dari maksimal 10 tahun penjara menjadi minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun karena melanggar Bagian 124 (c), serta maksimal tujuh tahun karena melanggar Bagian 124 (d).

Pun demikian dengan perubahan pada Pasal 505 KUHP tentang hasutan, untuk mengkriminalisasi 'segala upaya untuk menghalangi, mengganggu, merusak motivasi, disiplin, kesehatan dan perilaku personel militer dan pegawai pemerintah dan menyebabkan kebencian, ketidaktaatan, atau ketidaksetiaan mereka terhadap militer dan pemerintah'.

Militer melalui SAC juga menambahkan sub-bagian baru ke Pasal 505 yang mengkriminalisasi 'segala upaya untuk menimbulkan ketakutan, menyebarkan berita palsu, atau memprovokasi secara langsung atau tidak langsung tindakan kriminal terhadap pegawai pemerintah', dengan hukuman penjara tiga tahun.

Perombakan ini muncul di tengah klaim bahwa Jenderal Min Aung Hlaing dapat didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi. Serta rencanan penuntutan terhadap militer oleh komite yang mewakili Parlemen Myanmar (Pyidaungsu Hluttaw).

“Mereka mengamandemen hukum untuk mencegah pemerintah atau otoritas berikutnya menuntut mereka. Tapi nyatanya, mereka masih bisa dituntut secara retrospektif,” kata penasihat hukum Sai Aung Myint Oo.

“Terlalu berisiko untuk mengubah KUHP. Bahkan Kostitusi harus mengacu pada KUHP. MIliter tidak bisa begitu saja mengubahnya seperti itu. Untuk menyetujui dan menerapkan undang-undang, harus ada konsensus publik. Militer membuat amandemen untuk menggunakannya untuk dirinya sendiri, itu bukan hukum,” tegasnya.