Bagikan:

JAKARTA - Ratusan orang menyerbu bank milik Myawaddy militer Myanmar yang terletak di Yangon, untuk melakukan penarikan uang besar-besaran sebagai bentuk boikot terhadap bisnis militer, sekaligus menentang kudeta 1 Februari.

Sangking kewalahannya, bank memutuskan hanya melakukan pelayanan setengah hari pada Senin kemarin. Sementara untuk hari ini, bank di cabang Yangon Bank Myawaddy melakukan pembatasan hanya melayani 200 nasabah. Penarikan pun dibatasi per orang maksimal 5 juta kyat atau 3.550 dolar AS.

Bank Myawaddy, salah satu dari dua bank yang dioperasikan oleh militer Myanmar, dibuka di ibu kota komersial, Yangon, pada hari Senin. Tetapi setelah cabang-cabangnya mengalami sejumlah besar pelanggan menarik uang, mereka tutup sekitar tengah hari, dengan alasan risiko COVID-19.

“Kami buka bank hari ini (Senin), tapi tutup sekitar jam 11 pagi karena banyak orang yang mengambil uang dari rekeningnya. Kami akan buka bank besok, "kata seorang pejabat Bank Myawaddy yang berbasis di kantor pusat bank di Yangon kepada The Irrawaddy.

Militer Myanmar telah mengerahkan keamanan di cabang-cabang Bank Sentral Myanmar serta Bank Ekonomi Myanma (MEB) milik negara sejak Senin. Mereka dilaporkan mengambil uang dari bank. Karyawan MEB, yang berperan penting dalam mengatur penggajian dan pensiun bagi PNS aktif dan pensiunan, juga telah bergabung dengan aksi unjuk rasa.

Selama akhir pekan, ada seruan di media sosial yang mendesak bank-bank swasta untuk bergabung dengan aksi boikot nasional dan menangguhkan operasi mereka mulai Senin, di tengah desas-desus bahwa orang-orang akan menarik semua uang mereka dari bank mana pun yang tetap buka.

Dewan Administratif Wilayah Yangon dilaporkan berencana untuk memberikan keamanan bagi bank dan membantu mereka mempertahankan operasi mereka, tetapi banyak staf perbankan bergabung dengan aksi unjuk rasa pada hari Senin, memaksa bank swasta untuk tutup. Cabang bank swasta tetap tutup pada Selasa, kecuali untuk layanan ATM.