Politisi PDIP Nilai Tidak Ada Pasal Karet dalam UU ITE, Pernah <i>Judicial Review</i> di MK Tapi Ditolak
Ilustrasi (Foto: Robin Worrall/ Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin angkat bicara soal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia menilai, ada dua pasal krusial yang sebenarnya kerap menjadi perdebatan.

"Sebenarnya UU ITE ini merupakan hasil revisi dengan memperhatikan masukan dari berbagai kalangan dan memang ada dua pasal yang krusial yaitu Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 Ayat 2," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 16 Februari.

TB Hasanuddin yang saat itu menjadi Kapokja revisi UU ITE ini lantas memaparkan 2 pasal krusial tersebut. Pertama, Pasal 27 Ayat 3 yang berisi pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. 

Pasal ini memang sempat menjadi perdebatan. Namun, tegas Hasanuddin, pasal sudah mengacu dan sesuai Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selanjutnya, Pasal 28 Ayat 2 tentang menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok orang berdasarkan SARA.

Sehingga, dari dua pasal ini perlu diperhatikan secara seksama oleh para penegak hukum supaya tidak ada kesalahan dalam penerapannya. Apalagi, Pasal 27 harusnya bersifat delik aduan sehingga mereka yang merasa dirugikan dapat melaporkan dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain.

Tak hanya itu, Hasanuddin juga memaparkan penerapan Pasal 27 Ayat 2 harus dibedakan antara kritik dengan ujaran kebencian serta penghinaan. Ini juga berlaku bagi penerapan Pasal 28 Ayat 3 UU ITE.

"Kalau dicampuradukan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia membantah jika dua pasal ini disebut pasal karet. Mengingat, kedua pasal ini pernah dua kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk Judicial Review. "Dan hasilnya tak ada masalah," tegasnya.

Meski begitu, dia tetap mempersilakan jika UU ITE perlu direvisi dengan membuat pedoman interpretasi resmi. 

"Kami di DPR terbuka, bila memang harus direvisi mari bersama kita revisi demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI," ujarnya.

"Saya juga mengajak kepada seluruh anak bangsa, marilah  kita sebagai warga negara, bijaklah dalam menggunakan media sosial. Kritik membangun sah sah  saja dan dilindungi UU tapi jangan mencampuradukan kritik dengan ujaran kebencian apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi," tutupnya.