Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tidak lagi menghasilkan putusan yang independen. Sebab, menurutnya, keberadaan MK saat ini sudah menjadi korban dari permainan politik. 

Setidaknya, kata Fahri, bisa dilihat dari putusan penolakan Hakim Konstitusi terhadap 30 kali gugatan uji materi (judicial review) terkait Undang-undang Pemilu yang diajukan ke MK.

Fahri pun mengatakan tidak akan menuntut putusan MK yang menolak gugatan Partai Gelora soal pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

"Saya tidak terlalu tertarik untuk menuntut Mahkamah Konstitusi terlalu banyak. Sebab MK itu juga korban dari permainan politik sekarang," ujar Fahri Hamzah dalam keterangannya, Kamis, 14 Juni. 

Namun menurut Fahri, kamar yudikatif seperti MK seharusnya independen, bukan justru terperangkap dalam permainan politik politisi. Tapi saat ini, kata dia, aktor-aktor politik yang ingin terus berkuasa telah menyandera MK.

"Makanya saya berani mengatakan, MK adalah korban. Karena saya pernah menjadi politisi, tahu betul permainan politik seperti ini," katanya.

Oleh karena itu, menurut Fahri, publik tidak bisa lagi berharap banyak kepada MK untuk memperbaiki dirinya lantaran telah tersandera politik. "Jadi untuk memperbaiki MK ke depan, kita perlu elaborasi definisi negarawan agar mereka tidak mudah dipengaruhi politisi," tegas mantan Wakil Ketua DPR itu.

Dikatakan Fahri, saat ini MK mendesak untuk dilakukan reformasi karena keberadaannya telah melenceng dari tujuan awal pendiriannya, yakni sebagai penjaga konstitusi.

"MK sekarang perlu direformasi. Kita ini terlalu romantis, sudah 30 kali ditolak, kalau sudah 30 kali, ya MK sudah disandera terus oleh politisi. Maka politisinya kita tumbangkan," katanya.

Fahri menambahkan, Partai Gelora akan menjadi yang terdepan dalam menjaga spirit demokrasi. Di mana, kata dia, ruhnya adalah menjaga sirkulasi pergantian kepemimpinan yang lancar.

"Partai Gelora percaya spirit demokrasi yang sehat ditandai dengan lancarnya sirkulasi kepemimpinan di setiap level. Sehingga demokrasi kita tidak dikuasai oligarki. Kita perlu mengawal demokrasi yang mengedepankan substansi," pungkasnya. 

Diketahui, pada Kamis, 7 Juli, Mahkaham Konstitusi (MK) menolak setidaknya empat gugatan sekaligus, yakni berkaitan dengan Presidential Threshold, Judicial Review terkait pelaksanaan Pemilu serentak, uji materi Penunjukan Penjabat (PJ) Gubernur DKI Jakarta dan Papua, serta gugatan terkait verifikasi partai politik peserta Pemilu.