Faisal Basri Berharap MK Batalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja: Ini Produk Cacat dan Busuk
Ekonom senior Indef, Faisal Basri. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri mengatakan dirinya berharap bahwa Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang belum lama disahkan, dapat dibatalkan. Hal ini karena, produk tersebut dianggapnya cacat.

"Kalau saya mengharapkan (UU Cipta Kerja) ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena ini barang busuk, isinya busuk, niatnya busuk. Jadi harus dilawan kebusukan itu," tuturnya, dalam diskusi virtual, Selasa, 8 Desember.

Faisal juga mengaku tak percaya dengan aturan turunan dari UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut. Ia menilai, aturan turunannya tidak akan lebih baik.

"Jadi ada banyak sekali cacat bawaan sejak di dalam kandungan sampai lahir. Banyak orang mengatakan oke nanti kita kawal PP-nya bagaimana turunannya akan bagus, kalau induknya jelek. Tidak mungkin. Saya pribadi akan terus melawan," tuturnya.

Lebih lanjut, Faisal berharap, uji formal yang diajukan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja dapat diterima MK. Dengan begitu, UU sapu jagat yang oleh pemerintah dinilai dapat mendatangkan investasi masuk ke Indonesia, dapat dibatalkan.

"Teman-teman optimis, kan uji di MK ada uji formal, dan ada uji material. Nah uji formal yang kemungkinan besar bisa lolos. Karena uji material itu panjang karena pasalnya banyak," jelasnya.

Menurut Faisal, jika judicial review yang diajukan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja ini ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, hal ini dapat membuat kehancuran untuk sistem hukum di Tanah Air.

"Kalau betul-betul ditolak itu pengajuan judicial review ini sebetulnya kehancuran buat sistem hukum kita. Jadi tidak akan mungkin menyejahterakan yang namanya telur busuk emang mau dimakan enak? Tidak begitu. Jadi kita lawan terus," tuturnya.

Politik Upah Murah

Faisal menilai jika UU Cipta Kerja tersebut memang menerapkan politik upah murah. Sebab, pemerintah fokus pada penciptaan lapangan kerja bersifat padat karya.

"Jadi untuk attract (menarik) investor itu, nih Indonesia padat karya, pekerja banyak, UMP tidak dinaikkan suka-suka hati. Jadi, politik upah murah yang sedang diterapkan oleh pemerintah sekarang," ucapnya.

Kata Faisal, hal ini diakui sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menyatakan jika UU Cipta Kerja ini tujuannya memang untuk mendorong penciptaan lapangan kerja yang bersifat padat karya.

Menurut Jokowi, kebutuhan lapangan kerja mendesak lantaran Indonesia memiliki 2,5 juta penduduk usia kerja baru, lalu 6,5 juta pengangguran akibat di tengah dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi.

Selain itu, sebanyak 87 persen dari pekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah.

"Presiden mengatakan pekerja kita paling banyak lulusan SD, sehingga perlu dorong penciptaan lapangan kerja baru khususnya di sektor padat karya. Jadi, nyata-nyata pemerintah memilih politik upah murah," ucapnya.

Seperti diketahui, Omnibus law UU Cipta Kerja resmi berlaku sejak tanggal 2 November 2020 setelah UU Nomor 11 Tahun 2020 itu ditandatangani Presiden Joko Widodo. Setelah UU itu diberlakukan, aliansi buruh yang terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani (KSPSI AGN) pun resmi mendaftarkan gugatan judicial review atau uji materi terhadap UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Pendaftaran gugatan JR (judicial review) UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 sudah resmi tadi pagi di daftarkan ke MK di bagian penerimaan berkas perkara," ujar Presiden KSPI Said Iqbal melalui keterangan tertulis, Selasa, 3 November.

Sebelumnya, pihak KSPI dan KSPSI AGN hendak mendaftarkan gugatan tersebut kemarin saat dilaksanakan unjuk rasa buruh. Namun, nomor dari UU itu belum dikeluarkan sehingga gugatan belum resmi dapat didaftarkan.

Dalam siaran pers KSPI, Selasa ini, Said menyatakan, pihaknya menolak undang-undang tersebut sebab dinyatakan merugikan buruh.

Pasal 88C Ayat (1) misalnya menyebutkan, gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Pasal tersebut dinilai mengembalikan buruh kepada rezim upah murah.

Selain itu, undang-undang terkait juga dinilai merugikan buruh karena adanya ketentuan PKWT atau Karyawan Kontrak Seumur Hidup, outsourcing seumur hidup, dan pengurangan nilai pesangon.

Di samping itu, Said meminta DPR untuk segera menerbitkan legislative review terhadap undang-undang tersebut.