Aliansi Sejuta Buruh Bakal Gelar Demo Akbar 10 Oktober, Ini Tuntutannya
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Aliansi Sejuta Buruh akan menggelar demonstrasi akbar pada 10 Oktober mendatang.

Ada beberapa tuntutan yang bakal disuarakan saat aksi nanti, salah satunya adalah menuntut pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Presidium Aliansi Aksi Sejuta Buruh Arif Minardi mengatakan aksi unjuk rasa akbar ini akan digelar di Jakarta dan secara serentak diikuti aksi di berbagai Ibu Kota Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Lebih lanjut, Arif menyampaikan, hingga sekarang, aliansi ini telah diikuti lebih dari 40 konfederasi, federasi, serikat pekerja di seluruh Indonesia.

Arif mengatakan, ada tiga tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi unjuk rasa akbar ini yakni tutunkan harga BBM, cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, dan Batalkan RUU KUHP.

"Aksi unjuk rasa akbar ini akan dilakukan karena pemerintah maupun DPR tidak menghiraukan aspirasi yang disampaikan melalui unjuk rasa, yang telah dilakukan oleh berbagai Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) yang terjadi hampir di seluruh daerah terutama di Jakarta," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Senin, 19 September.

Arif mengatakan, berbagai aksi yang dikakukan serikat pekerja selama ini, malahan direspons dengan menaikan harga BBM yang membuat perekonomian kaum buruh semakin terjepit dan juga mengesahkan revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

"Sehingga bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Konstitusional dan berlaku di Indonesia serta kami menolak untuk DPR mensahkan RUU-KUHP menjadi UU KUHP," jelasnya.

Aliansi Buruh menilai jika menyimak putusan MK tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja, akan terlihat bahwa tidak mungkin UU ini menjadi Konstitusional, bahkan setelah revisi UU PPP disahkan kecuali diulang dari awal sejak mulai perencanaan dan penyusunannya.

Kata Arif, salah satu pelanggaran yang tidak memungkinkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dapat disahkan adalah Putusan MK yang menyatakan bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut melanggar asas yang tercantum dalam UU PPP

Pelanggaran asas tersebut adalah tidak secara memadai dilibatkannya berbagai pemangku kepentingan termasuk SP/SB sebagai representasi pekerja/buruh dalam proses pembentukannya.

Lebih lanjut, Arif menyampaikan, secara gamblang UU Omnibus Law Cipta Kerja ini melanggar Pasal 5 huruf (g) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan.

"Sehingga sebagai pihak terdampak langsung dalam hal ini pekerja/buruh tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan draft/naskah maupun saat pembahasan di DPR," katanya.