Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Komisaris PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait dugaan kerugian negara yang disebabkan pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG). Upaya ini dilakukan untuk melengkapi berkas eks Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan yang jadi tersangka.

“Saksi juga dikonfirmasi pengetahuannya terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara dalam pengadaan tersebut,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 8 November.

Selain itu, penyidik juga minta Ahok menjelaskan awal mula rekomendasi pengadaan LNG oleh perusahaan pelat merah tersebut.

Adapun Ahok enggan berkomentar soal pemeriksaannya pada Selasa, 7 November. Ia bilang segala keterangannya bakal diungkap di pengadilan.

Tapi, dia menyebut kontrak pengadaan LNG dengan perusahaan dari Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL) masih terus berlanjut.

“Makanya ini jadi bahan di sini lah, kamu tanya sama mereka (penyidik, red),” kata Ahok kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, KPK menduga proses pengadaan LNG sebagai sebagai alternatif mengatasi kekurangan gas di Tanah Air tak dikaji. Karen Agustiawan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina juga tak melaporkan keputusannya ke dewan komisaris.

“GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC Amerika Serikat tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 19 September.

Firli mengungkap pelaporan seharusnya dilakukan karena akan dibawa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “Sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” tegasnya.

Karena perbuatannya, membuat negara merugi sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat atau Rp2,1 triliun. Penyebabnya, kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya kargo over supply, PT Pertamina akhirnya membuat penjualan di pasar internasional dengan kondisi rugi. Padahal, komoditas ini juga tak pernah masuk ke Indonesia dan digunakan seperti tujuan awalnya.