Bagikan:

JAKARTA - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud tak khawatir Anwar Usman bakal ikut campur lewat jalur belakang meskipun dia tetap jadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus dia tak boleh ikut sebagai anggota majelis hakim sengketa pemilu.

“Jadi apakah dia cawe-cawe, saya kira kita tidak perlu khawatir. Karena tanpa itu dia bisa cawe-cawe tapi dia tidak punya suara memutuskan sengketa pilpres,” kata Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis kepada wartawan di Media Center TPN, Menteng, Jakarta, Selasa malam, 7 November.

“Dalam amar putusan MKMK beliau tidak diperkenankan ikut serta sebagai anggota majelis pilpres, pilkada, atau pemilu di mana potensi benturan kepentingan itu ada,” sambungnya.

Sementara itu, Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid mengatakan keputusan MKMK minta MK menghentikan Anwar Usman sebagai ketua telah memulihkan kepercayaan publik. Namun, keputusan ini jangan sampai membuat semua pihak terlena.

“Kami mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawal pesta demokrasi Pemilu 2024 ini,” tegas Arsjad.

Diberitakan sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya. Dia dinyatakan melanggar kode etik dan perilaku dalam memutus perkara batas usia capres-cawapres.

MKMK Dalam amar putusan No.2/MKMK/L/10/2023 menyebut Anwar terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November.

Salah satu kesimpulan MKMK disebut Anwar Usman terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3.

Selain itu, dia terbukti melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, serta prinsip independensi.