JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mewanti-wanti sejumlah masalah jika pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar secara serentak dengan pemilu nasional pada tahun 2024.
Bagja memberi contoh penyelenggaraan Pemilu 2019. Pemilihan presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota disatukan dalam satu waktu.
Pemilihan lima kotak suara, kata Bagja menjadi beban besar bagi penyelenggara pemilu. Mulai dari mengurus administrasi pencalonan dan pemilih, melaksanakan pemilihan, hingga merekapitulasi hasil suara pemilihan.
Jika Pemilu 2019 saja sudah menjadi beban yang berat, maka rencana Pilkada 2024 berbarengan dengan Pemilu 2024 secara serentak akan lebih memberatkan.
"Persoalan ini menjadi titik tolak aspek pengelolaan pemilu ke depan, apalagi disatukan dengan pilkada 514 kabupaten/kota, 34 provinsi, plus beberapa bulan kemudian akan ada pilpres dan juga pemilihan legislatif. Jadi, kita bisa bayangkan bagaimana beban penyelenggara," kata Bagja dalam diskusi virtual, Jumat, 12 Februari.
Bagja mengaku ada opsi penyerahan rekapitulasi suara di tingkat TPS sampai di KPU bisa menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) secara elektronik dan tidak perlu dilakukan berjenjang.
Namun, kata Bagja, Sirekap tidak sepenuhnya bisa diterapkan pada pemilihan dengan jumlah calon yang sangat besar. Belum lagi, tak semua daerah memiliki koneksi internet yang memadai.
"Pada pemilu kemarin saja, di hari pertama itu tidak ada sama sekali Sirekap karena sismtenya down. Akhirnya, sama juga dengan pola administrasi yang jadi beban yaitu administrasi yang konvensional, kemudian sirekapnya baru 100 persen," jelasnya.
BACA JUGA:
Soal ini, DPR pada 26 November 2020 membuat draf usulan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu). RUU ini, jika disahkan, akan merevisi undang-undang kepemiluan yang telah ada.
Salah satu ketentuan yang termuat dalam RUU Pemilu adalah menormalisasi jadwal pilkada. Dari Pilkada 2017 dilanjutkan ke tahun 2022 dan Pilkada 2018 dilanjutkan ke 2023. RUU ini merevisi ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur bahwa pilkada selanjutnya diserentakkan tahun 2024.
Awalnya, hanya Fraksi PDI Perjuangan yang memberi catatan soal keinginan agar pilkada digelar tahun 2024.