Pengamat: Jika Pilkada Digelar 2024 yang Dirugikan Rakyat dan KPU
ILUSTRASI/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah fraksi di DPR saat ini mengusulkan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) revisi terkait normalisasi Pilkada 2022 dan 2023. 

Namun pemerintah dan partai koalisinya menolak pembahasan tersebut. pemerintah tetap ingin menjalankan aturan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang telah menetapkan pemilu digelar serentak tahun 2024.

Menimbang untung dan ruginya, Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menyebut jika Pilkada 2022 dan 2023 ditunda ke tahun 2024 akan merugikan rakyat dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Saya menduga, yang paling dirugikan jika pilkada digelar 2024 adalah rakyat, yang kedua adalah KPU," kata Burhanuddin dalam diskusi virtual, Senin, 8 Februari.

Menurut Burhanuddin, jika pemilihan di ratusan daerah ditunda 1 sampai 2 tahun ke depan, maka akan ada Penjabat (Pj) atau Pelaksana Tugas (Plt) yang ditunjuk Kementerian Dalam Negeri untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang habis masa waktunya.

"Kalau kepala daerah ditunjuk dari pemerintah, maka menjadi tidak legitimate," ujar dia.

Burhanuddin juga sangsi  KPU sanggup melaksanakan semua tahapan pemilihan dalam satu waktu, mulai dari pilpres, pileg DPR, pileg DPRD, pileg DPD, hingga pilkada pada tahun 2024.

"Saya tidak yakin KPU bisa melaksanakan pemilu secara serentak di tahun yang sama," tuturnya.

Sementara itu, Plt Ketua KPU Ilham Saputra juga pernah mengakui beban kerja penyelenggara pemilu lebih berat jika pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar secara serentak tahun 2024.

"Tentu akan sangat berat apabila Pilkada 2024. Kenapa demikian? Karena tahapannya berbarengan bersamaan dengan pemilu nasional," kata Ilham.

Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 yang menggabungkan pemilu nasional saja, Ilham mengakui banyak formulir C1 atau hasil rekapitulasi suara tidak selesai di tingkat kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

Belum lagi, jumlah partisipasi pemilih yang turun sampai 11 persen dari pemilu sebelumnya, hingga banyaknya petugas KPPS yang kelelahan dan meninggal dunia.

Selain itu, Ilham menyebut ada tantangan lain yang mesti dihadapi jika pilkada digelar pada 2024, yakni tahapan sosialisasi dan pendidikan kepada pemilih.

"Apakah masyarakat akan jenuh nanti disuguhi pilkada, pemilihan umum, dan sebagainnya. Tentu ini menjadi tantangan bagi penyelenggara pemilu. Apalagi, saya tidak tahu kapan selesai pandemi," ungkap Ilham.