JAKARTA - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani dalam unggahannya di media sosial Hari Kamis menuliskan, ungkapan keprihatinan yang disampaikan negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman terhadap perempuan dan anak perempun Iran, tidak tulus.
Dua aktivis hak asasi manusia mengatakan kepada Reuters pada Hari Rabu, seorang gadis remaja Iran, Armita Geravand, berada dalam kondisi kritis dan koma di rumah sakit, setelah apa yang mereka katakan sebagai konfrontasi dengan polisi moral di jaringan transportasi metro Teheran, karena melanggar undang-undang hijab di negara tersebut.
Pihak berwenang membantah tuduhan kelompok hak asasi manusia jika Geravand mengalami koma pada Hari Minggu, setelah konfrontasi dengan petugas yang menerapkan aturan berpakaian yang ketat.
Tidak ada tanggapan segera dari Kementerian Dalam Negeri Iran terhadap permintaan komentar mengenai insiden tersebut pada Hari Rabu.
"Sekali lagi seorang wanita muda di #Iran berjuang untuk hidupnya. Hanya karena dia memperlihatkan rambutnya di kereta bawah tanah. Itu tidak tertahankan," tulis Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock di X, seperti melansir Reuters 5 Oktober.
Menanggapi itu, Kanaani mengatakan hal tersebut tidak tulus, sebaliknya, menyarankan untuk melihat situasi di dalam negeri negara-negara Barat
"Daripada melontarkan pernyataan intervensionis dan bias, serta mengungkapkan keprihatinan yang tidak tulus terhadap perempuan dan anak perempuan Iran, Anda sebaiknya khawatir terhadap petugas kesehatan, pasien dan penanganan situasi mereka di AS, Jerman dan Inggris," ujarnya.
BACA JUGA:
Apa yang terjadi pada Geravand (16) itu mengingatkan kembali akan peristiwa yang menimpa Mahsa Amini (22), yang sempat koma sebelum tewas dalam tahanan polisi moral Iran tahun lalu dan memicu protes nasional selama berbulan-bulan.