JAKARTA - Kremlin mengatakan pada Hari Selasa, Rusia tidak akan meninggalkan moratorium uji coba nuklir, menolak saran editor televisi pemerintah mengenai pengetesan perangkat termonuklir di Siberia sebagai peringatan kepada Barat.
Presiden Vladimir Putin, yang memiliki kekuatan nuklir terbesar di dunia, telah berulang kali memperingatkan Barat, setiap serangan terhadap Rusia dapat memicu respons nuklir.
Kremlin mengatakan, mereka tidak meninggalkan moratorium ketika ditanya tentang pernyataan Margarita Simonyan, pemimpin redaksi lembaga penyiaran yang didanai pemerintah, RT, yang menyarankan agar Rusia meledakkan bom nuklir di Siberia.
"Saat ini, kami belum meninggalkan moratorium uji coba nuklir," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada para wartawan, dilansir dari Reuters 4 Oktober.
"Saya rasa diskusi semacam itu tidak mungkin dilakukan sekarang dari sudut pandang resmi," tegas Peskov, seraya menambahkan bahwa kata-kata Simonyan tidak "selalu" mencerminkan posisi resmi Moskow.
Sebelumnya, Simonyan mengatakan krisis Ukraina bergerak menuju ultimatum nuklir, sementara Barat tidak akan berhenti sampai Rusia mengirim pesan nuklir.
"Ultimatum nuklir menjadi semakin dekat dan semakin mustahil untuk dihindari," ujar Simonyan.
"Mereka tidak akan mundur kecuali jika itu menyakitkan bagi mereka," tandasnya.
BACA JUGA:
Dia menyindir, ledakan seperti itu akan membuat perangkat elektronik tidak berguna, sehingga membuatnya lebih mudah untuk menjelaskan kepada anak-anaknya, mengapa mereka tidak diizinkan memiliki perangkat seperti iPad.
Retorika nuklir dari televisi pemerintah Rusia menjadi sangat terasa akhir tahun lalu, tetapi lebih tenang selama paruh pertama tahun ini.
Diketahui, uji coba nuklir terakhir Uni Soviet dilakukan pada tahun 1990. Uji coba nuklir terakhir Amerika Serikat terjadi pada 1992 dan Prancis serta China melakukan uji coba nuklir terakhir mereka pada 1996, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.