JAKARTA - Rusia tidak memiliki rencana untuk melakukan mobilisasi tambahan personelnya untuk berperang di Ukraina, karena lebih dari 335.000 orang telah mendaftar sepanjang tahun ini untuk berperang di angkatan bersenjata atau unit sukarela, kata Menteri Pertahanan Sergei Shoigu pada Hari Selasa.
Rusia diketahui telah memperkuat angkatan bersenjatanya dan meningkatkan produksi senjata, guna mengantisipasi perang jangka panjang di Ukraina, di mana garis depan pertempuran hampir tidak berubah selama setahun.
"Tidak ada rencana untuk mobilisasi tambahan," kata Menhan Shoigu di hadapan para jenderal Rusia, melansir Reuters 3 Oktober.
"Angkatan bersenjata mempunyai jumlah personel militer yang diperlukan untuk melakukan operasi militer khusus," tandasnya.
"Sejak awal tahun ini, lebih dari 335.000 orang telah memasuki dinas militer berdasarkan kontrak dan formasi sukarelawan. Pada Bulan September saja, lebih dari 50.000 warga menandatangani kontrak," ungkapnya.
Angka-angka tersebut menunjukkan, Rusia telah membuat kemajuan signifikan baik dalam merekrut anggota baru maupun dalam menyerap banyak pejuang dari pasukan tentara bayaran Wagner ke dalam "formasi sukarela".
Sebelumnya, Presiden Vladimir Putin memerintahkan "mobilisasi parsial" terhadap 300.000 tentara cadangan pada September tahun lalu, yang menyebabkan ratusan ribu pemuda meninggalkan Rusia untuk menghindari dikirim berperang.
Setelahnya, Presiden Putin telah berulang kali mengatakan tidak perlu mengulangi mobilisasi tersebut, yang menurut beberapa pejabat Rusia adalah sebuah kesalahan karena hal tersebut mendorong begitu banyak orang untuk meninggalkan negaranya.
Invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada bulan Februari 2022 memicu perang yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Ukraina timur dan selatan, menewaskan atau melukai ratusan ribu orang, memicu perpecahan terbesar dalam hubungan Rusia dengan Barat selama enam dekade.
Presiden Putin mengatakan, ia memerangi aliansi Barat yang melakukan perang proksi untuk melemahkan Rusia secara politik dan militer. Sementara, para pemimpin Barat mengatakan sanksi ekonomi dan dukungan militer terhadap Ukraina merupakan respons langsung terhadap agresi Moskow.
Namun, arah perang di masa depan masih belum pasti, meskipun para pejabat Amerika memperkirakan kekalahan Rusia di medan perang Ukraina akan mematahkan keangkuhan Presiden Putin.
Tujuan perang yang diumumkan kedua belah pihak tampak ambisius: Ukraina mengatakan akan mengusir semua tentara Rusia dari Ukraina, sementara Rusia mengatakan akan mendemiliterisasi Ukraina.
BACA JUGA:
Mark Milley, yang pensiun sebagai Ketua Kepala Staf Gabungan AS mengatakan kepada CNN bulan lalu, peperangan di Ukraina akan berlangsung lama, sulit dan berdarah karena Rusia memiliki lebih dari 200.000 tentara di Ukraina.
"Apa yang saya katakan beberapa bulan lalu adalah, ini akan menjadi pertarungan yang panjang, sulit dan berdarah karena sifat dari pertarungan ini dan jenis pertahanan yang dilakukan Rusia," terang Jenderal Milley.
Milley mengatakan bahwa tujuan Ukraina untuk mengusir semua orang Rusia keluar dari Ukraina akan "membutuhkan waktu yang lama. Itu akan menjadi upaya yang sangat signifikan dalam jangka waktu yang cukup lama."