Meneropong Ceruk Bisnis 'Berisiko' dari Bank Syariah Indonesia
Logo Bank Syariah Indonesia (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Fokus bisnis yang dipilih PT Bank Syariah Indonesia Tbk. yakni sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) membawa peluang besar sekaligus risiko yang cukup tinggi.

Pasalnya, segmentasi akar rumput tersebut merupakan kekuatan utama penggerak roda ekonomi. Di sisi lain, UMKM sering kali dianggap menjadi yang paling rentan terhadap serangan krisis seperti dalam kondisi pandemi saat ini.

Mengutip siaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit dan juga pembiayaan kepada segmen UMKM tercatat mengalami kontraksi sejak Maret 2020. Alhasil pertumbuhan intermediasi pada sepanjang tahun lalu anjlok hingga minus 1,73 persen year-on-year.

Sebagai gambaran posisi kredit UMKM November 2020 sebesar Rp1.090,7 triliun, lalu mengalami pelemahan pada Desember 2020 dengan Rp1.088,3 triliun.

Dalam hal restrukturisasi kredit sektro UMKM menyumbang juga besaran yang tidak sedikit. Hingga 4 Januari 2021, perbaikan kredit sektor ini telah menyentuh angka Rp386,6 triliun dengan jumlah nasabah sebanyak 5,8 juta debitur.

Adapun, total restrukturisasi kredit dari seluruh lembaga perbankan yang ada di Indonesia sampai dengan periode yang sama berjumlah Rp971 triliun dari 101 bank dengan 7,6 juta debitur perseorangan maupun perusahaan.

Sebenarnya, segmentasi pasar BSI hampir mirip-mirip dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Jika menengok kinerja, bank dengan kode emiten BBRI itu masih membukukan laba konsolidasi Rp18,66 triliun pada sepanjang 2020.

Meski demikian, raihan tersebut menurun signifikan dibandingkan dengan perolehan 2019 yang tercatat Rp34,41 triliun.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan anjloknya perolehan keuntungan perseroan diakibatkan oleh dampak pandemi yang kini sedang melanda Tanah Air.

“Yang kita alami saat ini adalah krisis yang terberat apabila dibandingkan dengan krisis sebelumnya, seperti krisis 1998, maupun krisis keuangan 2008,” ujarnya dalam konferensi pers paparan kinerja 2020 secara virtual, Jumat, 29 Januari.

Salah satu penyebab mengapa cuan BRI tergerus adalah akibat strategi perseroan mengalokasikan pencadangan yang cukup tinggi guna menjaga risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tetap dalam batas aman. Tercatat hingga penutupan 2020, NPL BRI sebesar 2,99 persen dengan NPL Coverage mencapai 237,73 persen.

Meskipun BRI fokus pada bisnis utama penyaluran kredit di sektor UMKM, namun ceruk ini membuat perseroan sukses menjadi bank terbesar di Indonesia dengan kapitalisas aset tembus Rp1.500 triliun.

Jadi, dengan melihat gambaran tersebut penting disadari bahwa Bank Syariah Indonesia sesungguhnya punya potensi kuat untuk menjadi pemain penting dalam industri perbankan di Tanah Air. Terlebih, dari sisi syariah yang belum sepenuhnya tergarap.