JAKARTA - Pejabat Rusia mengumumkan sistem rudal balistik antarbenua (ICBM) Sarmat yang dikabarkan memiliki sistem canggih dan mengungguli andalan Amerika Serikat dalam kemampuan jumlah hulu ledak nuklir yang dibawa, sementara ahli meragukan kesiapan rudal itu digunakan dalam waktu dekat.
"Sistem strategis Sarmat telah mengasumsikan postur siaga tempur," kata Kepala Roscosmos Yury Borisov Hari Jumat di sela-sela kuliah terbuka yang diselenggarakan oleh Masyarakat Pengetahuan Rusia., seperti melansir TASS 1 September.
Namun, presentasi Roscosmos yang didemonstrasikan pada acara tersebut menunjukkan, sistem ICBM Sarmat akan siap tempur tahun depan.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan pada 23 Februari lalu, sistem ICBM Sarmat akan memasuki tugas di Rusia pada tahun ini.
RS-28 Sarmat adalah sistem rudal berbasis silo canggih Rusia, dipersenjatai dengan rudal balistik antarbenua orbital berbahan bakar propelan cair yang mampu membawa hulu ledak nuklir.
Rudal ini dikembangkan di Pusat Roket Negara Makeyev untuk menggantikan ICBM R-36M2 Voyevoda yang beroperasi di Pasukan Rudal Strategis Rusia sejak 1988.
Berdasarkan perkiraan para ahli, rudal yang memiliki nama panggilan tidak resmi Satan II ini mampu mengantarkan hulu ledak MIRVed seberat 10 ton ke lokasi mana pun di seluruh dunia, baik di Kutub Utara maupun Kutub Selatan.
Sementara itu, analis militer Rusia Pavel Luzin mengatakan, pengumuman tersebut berarti bahwa rudal tersebut telah ditempatkan di silo dan siap digunakan. Namun, kesiapan tersebut mungkin lebih "di atas kertas" dibandingkan kenyataan, tambahnya, mengingat jumlah pengujian Sarmat yang terbatas, mengutip Seattle Times dari The New York Times.
Borisov sendiri tidak memberikan rincian tentang apa yang dimaksud dengan "tugas tempur", juga tidak mengatakan berapa banyak rudal yang telah dikerahkan atau di mana.
Pengumuman Hari Jumat dinilai para ahli merupakan upaya mengirim sinyal politik lebih lanjut ke Barat, bahwa peningkatan bantuan Barat ke Ukraina dapat menimbulkan konsekuensi berbahaya, bahkan jika Sarmat sendiri tidak dimaksudkan untuk dikerahkan ke medan perang Ukraina.
"Kremlin khawatir ancaman nuklirnya tidak lagi berguna dan berusaha menghidupkan kembali ketakutan terhadap senjata nuklir Rusia di AS dan Eropa," kata Luzin.
Sementara itu, pakar persaingan strategis dengan Rusia dan Tiongkok di Dewan Atlantik sekaligus profesor ilmu politik di Universitas Georgetown Dr. Matthew Kroenig mengatakan, ketakutan Rusia akan menggunakan senjata nuklir pernah dianggap sebagai peninggalan Perang Dingin. Namun, beberapa faktor telah menghidupkannya kembali sebagai masalah militer dan diplomatik.
Faktor-faktor tersebut termasuk ancaman berulang-ulang dari Rusia untuk menggunakan senjata nuklir sejak negara itu menginvasi Ukraina tahun lalu, hubungan bermusuhan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, serta pengembangan rudal Korea Utara.
BACA JUGA:
Kroenig mengatakan, Sarmat merupakan puncak dari upaya modernisasi Rusia, sementara upaya AS untuk melakukan modernisasi baru saja dimulai. Dia mencatat Negeri Paman Sam masih mengandalkan rudal Minuteman yang terakhir ditingkatkan pada tahun 1970-an. Berbeda dengan klaim Rusia bahwa Sarmat dapat membawa 10 hulu ledak nuklir, tambahnya, Minuteman 'hanya dapat' membawa tiga hulu ledak nuklir.
Pada April 2022, Rusia mengumumkan keberhasilannya meluncurkan Sarmat. Saat itu, Presiden Vladimir Putin mengatakan rudal tersebut akan menunjukkan kepada musuh Rusia, mereka perlu “berpikir dua kali” sebelum mengancam negaranya.
Februari tahun ini, Presiden Putin mengumumkan pihaknya menangguhkan partisipasi Rusia dalam Perjanjian NEW START 2010 yang baru diperpanjang tahun 2021 dan akan berakhir tahun 2026 mendatang.