Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan eks Dirut PT TransJakarta M. Kuncoro Wibowo sebagai tersangka pada hari ini, Rabu, 23 Agustus. Dia terseret di pusaran kasus korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kementerian Sosial (Kemensos).

"Dilengkapi dengan adanya kecukupan bukti maka naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan beberapa pihak sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Kuncoro jadi tersangka dalam statusnya sebagai mantan PT Bhanda Ghara Reksa (BGR). Perusahaan pelat merah itu diketahui mendapat tugas menyalurkan bansos beras 222.070.230 kilogram dari Kemensos ke 4.934.894 keluarga penerima manfaat program PKH di Tanah Air.

Selain Kuncoro ada juga lima tersangka lain. Mereka adalah Dirut PT Mitra Energi Persada, Ivo Wongkaren; tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada, Roni Ramdani, dan Richard Cahyanto yang merupakan General Manager PT PTP.

Kemudian, ada juga Direktur Komersial PT BGR, Budi Susanto dan Vice President Operasional PT BGR April Churniawan. Ivo, Roni, dan Richard kini sudah ditahan sementara sisanya belum dilakukan upaya paksa.

"Masing-masing (ditahan, red) selama 20 hari terhitung 23 Agustus hingga 11 September di Rutan KPK," ujar Alexander.

Adapun dalam kasus ini, PT BGR yang dipimpin Kuncoro dan PT PTP diduga tak melakukan kajian hingga perhitungan yang jelas terkait pengadaan dan penyaluran bansos saat menyusun kontrak. Kata Alexander, nilai total proyek di Kemensos ini mencapai Rp326 miliar.

"Sepenuhnya penyusunan kontrak ditentukan oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati dibuat backdate," jelasnya.

Selain itu, ada dugaan bansos tak pernah dibagikan ke penerima manfaat. Tapi, ada pembayaran sebesar Rp151 miliar ke PT PTP pada September hingga Desember 2020.

Kemudian, Alexander bilang terjadi penarikan uang sebesar Rp125 miliar dari rekening PT PTP. "Penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras," ujarnya.

Dari proses ini Ivo, Roni, dan Richard menikmati Rp18,8 miliar. Sementara negara merugi hingga Rp127,5 miliar gara-gara kecurangan mereka.