Dugaan Pembunuhan Berencana, Keluarga Polisi Tembak Polisi Datangi Bareskrim Hari Ini
Bripda Ignatius (Ist)

Bagikan:

JAKARTA - Keluarga Bripda Igantius Dwi Frisco Sirage (IDF) bakal membuat laporan di Bareskrim Polri, hari ini. Pelaporannya terkait dugaan tindak pidana pembunuhan berencana.

"(Pelaporan) terkait Pasal 340 KUHP," ujar Kuasa Hukum Bripda Ignatius, Jajang saat dikonfirmasi, Jumat, 4 Agustus.

Pihak yang akan dilaporkan yakni dua oknum anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, Bripda IMS dan Bripka IG.

Keputusan di balik rencana membuat laporan karena pihak keluarga tak percaya bila tewasnya Bripda Igantius hanya karena kelalaian.

Selain itu, pada kesempatan sebelumnya, Jajang juga menyebut ada indikasi lainnya bila Bripda Igantius memang menjadi korban pembunuhan. Semisaln bukti percakapan Bripda Igantius dengan kekasihnya yang menjelaskan bila situasi di kantor tak lagi kondusif sejak lama.

“Nampak bahwa terdapat unsur percananaan kesengajaan tersebut. Bahwa senjatanya betul-betul sudah disiapkan. Kemudian ada jeda, saksi AN melakukan panggilan melalui telepon loudspeaker,” ucapnya.

Kemudian, kedatangan Bripda Ignatius ke kamar saksi AN yang menjadi tempat kejadian perkara atau TKP bukan atas kemauannya sendiri. Melainkan, diminta oleh Bripda IMS.

“Kemudian didengar sama pelakunya, pelaku memanggil korban ‘sini kau-sini kau’ kemudian datang lah si korban ini. Jeda waktu yang cukup lama ke kamar tersebut. Pelaku mengambil senjata di dalam tasnya, mengayunkan ke arah korban,” kata Jajang.

Sebagai pengingat, Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage tewas diduga tertembak oleh rekannya. Insiden itu terjadi di Rusun Polri, Bogor, pada Minggu, 23 Juli

Dari hasil penyidikan, Bripda IMS dan Bripka IG dianggap bersalah dan ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Bripda IMS dipersangkakan dengan Pasal 338 dan atau 359 KUHP dan atau UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.

Sedangkan, untuk Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto 56 dan atau 359 KUHP juncto 56 KUHP ddan atau UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.

Selain itu, mereka dinilai melakukan pelanggaran kode etik berat. Keduanya disanksi penempatan khusus (patsus) di Divisi Propam.