Bagikan:

SULTENG - Wakil Wali Kota (Wawalkot) Palu, Reny A Lamadjido, mengingatkan pentingnya mitigasi bencana dan pelaksanaan simulasinya untuk mencegah dampak parah bencana alam di Palu.

Wilayah di Sulawesi Tengah (Sulteng) itu diketahui pernah diterpa gempa magnitudo (M) 7,4 dan tsunami dahsyat lima tahun silam.

"Mitigasi mandiri perlu, masing-masing individu paling tidak punya pengetahuan tentang mitigasi. Bencana 28 September 2018 harus dijadikan pelajaran untuk meningkatkan kesiapsiagaan," kata Reny di Palu, Kamis, 25 Mei, disitat Antara.

Berbicara hari kesiapsiagaan bencana nasional, Reny mengakui, Palu salah satu daerah di Sulteng rawan bencana alam. Sebab itu, lanjut dia, masyarakatnya diharapkan memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang kebencanaan.

Upaya ini dilakukan, guna mengurangi risiko jatuhnya korban jiwa. Berkaca dari pengalaman gempa M 7,4 berujung tsunami, warga perlu memperkuat kesiapsiagaan menghadapi kondisi-kondisi tertentu.

"Hari kesiapsiagaan bencana nasional momentum untuk memperkuat pondasi mitigasi," ujarnya.

Saat ini, Pemkot Palu telah telah melakukan berbagai penguatan kebencanaan, mulai dari peningkatan sumber daya manusia (SDM), peningkatan infrastruktur, hingga membentuk lingkungan-lingkungan tangguh bencana dengan melibatkan lembaga, komunitas hingga warga.

Selain itu, ada pula penyusunan rencana kontigensi gempa dan tsunami yang selanjutnya menjadi acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan upaya penanggulangan.

Dari sisi kebijakan, Pemkot Palu juga telah memasukkan unsur mitigasi dalam perencanaan pembangunan kota sensitif terhadap isu kebencanaan guna mengurangi dampak risiko.

"Kebijakan ini diatur dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) untuk pengembangan kawasan perkotaan sebagaimana dituangkan di dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kota Palu," tuturnya.

Sebagaimana visi Pemerintah Kota Palu, yakni membangun Kota Palu yang mandiri, aman dan nyaman, tangguh serta profesional dalam konteks pembangunan berkelanjutan berbasis kearifan lokal dan keagamaan.

"Perencanaan pembangunan berbasis risiko bencana wajib ditaati pengembang, dan bangunan yang dibangun harus berkesesuaian dengan keamanan dan ketahanan bencana," pungkasnya.