Bagikan:

JAKARTA - Tembakan artileri terdengar di beberapa bagian ibu kota Sudan, Khartoum dan pesawat tempur terbang di atas kepala pada Hari Selasa, kata penduduk, menimbulkan kekhawatiran pertempuran sengit akan meletus dan menghancurkan harapan Sudan yang dibangkitkan oleh gencatan senjata yang dipantau secara internasional.

Beberapa penduduk lain melaporkan relatif tenang pada Selasa pagi, hari pertama gencatan senjata yang diawasi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat, dimaksudkan untuk memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan.

Aktivis menulis kepada utusan PBB untuk Sudan mengeluhkan, pelanggaran hak asasi manusia yang parah terhadap warga sipil yang menurut mereka terjadi saat pertempuran berkecamuk.

Setelah lima minggu pertempuran sengit antara tentara dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF), faksi-faksi yang bertikai pada Hari Sabtu menyetujui gencatan senjata tujuh hari yang dimulai pukul 21:45 (19:45 GMT) pada Hari Senin, bertujuan untuk memungkinkan pengiriman bantuan.

Kesepakatan gencatan senjata, yang dicapai dalam pembicaraan di Jeddah, Arab Saudi telah meningkatkan harapan akan jeda perang yang telah menyebabkan hampir 1,1 juta orang meninggalkan rumah mereka, termasuk lebih dari 250.000 orang yang melarikan diri ke negara-negara tetangga, mengancam akan mengacaukan wilayah yang bergejolak.

"Satu-satunya harapan kami adalah gencatan senjata berhasil, sehingga kami dapat kembali ke kehidupan normal kami, merasa aman dan kembali bekerja lagi," kata Atef Salah El-Din, warga Khartoum, melansir Reuters 23 Mei.

Meskipun pertempuran berlanjut kendati ada gencatan senjata sebelumnya, ini adalah gencatan senjata yang pertama disetujui secara resmi setelah negosiasi.

Kesepakatan gencatan senjata untuk pertama kalinya mencakup mekanisme pemantauan yang melibatkan tentara dan RSF serta perwakilan dari Arab Saudi dan Amerika Serikat, yang menjadi perantara kesepakatan setelah pembicaraan di Jeddah.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, mekanisme pemantauan akan bersifat "jarak jauh", tanpa memberikan perincian.

"Jika gencatan senjata dilanggar, kami akan tahu, dan kami akan meminta pertanggungjawaban pelanggar melalui sanksi kami dan alat lain yang kami miliki," katanya dalam pesan video.

"Pembicaraan Jeddah memiliki fokus yang jelas. Mengakhiri kekerasan dan memberikan bantuan kepada rakyat Sudan. Penyelesaian permanen dari konflik ini akan membutuhkan lebih banyak lagi," tambahnya.

Sesaat sebelum gencatan senjata mulai berlaku, RSF merilis pesan audio dari komandannya Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, di mana dia berterima kasih kepada Arab Saudi dan AS, tetapi mendesak anak buahnya untuk meraih kemenangan.

"Kami tidak akan mundur sampai kami mengakhiri kudeta ini," sebutnya.

Diketahui, kedua belah pihak saling menuduh upaya perebutan kekuasaan saat konflik ini pecah pada 15 April lalu.