Bagikan:

JAKARTA - Dua faksi yang bertikai di Sudan mengatakan pada Kamis, mereka akan memperpanjang perjanjian gencatan senjata selama 72 jam, tetapi kekerasan kembali mengguncang ibu kota Khartoum dan Darfur, ketika Amerika Serikat mengatakan pelanggaran gencatan senjata mengkhawatirkan.

Ratusan orang telah tewas dan puluhan ribu orang melarikan diri untuk hidup mereka dalam dua minggu konflik antara tentara dan saingannya, para militer Rapid Support Forces (RSF).

Bersama-sama, mereka menggulingkan pemerintah sipil dalam kudeta Oktober 2021 tetapi sekarang terjebak dalam perebutan kekuasaan yang telah menggagalkan transisi menuju demokrasi yang didukung secara internasional, mengancam akan mengguncang wilayah yang rapuh.

Tentara pada Hari Rabu mengatakan pihaknya menyetujui gencatan senjata tiga hari yang baru sampai Hari Minggu, setelah gencatan senjata sebelumnya akan berakhir pada Kamis malam. Pada Hari Kamis, militer menegaskan akan memperpanjang gencatan senjata dan mengatakan akan menghormatinya secara sepihak.

Menanggapi untuk pertama kalinya, RSF mengatakan pada Hari Kamis pihaknya juga menyetujui gencatan senjata 72 jam mulai Jumat.

Berita itu disambut baik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Afrika, blok perdagangan Afrika IGAD, serta AS, Inggris, Arab Saudi dan UEA.

"Kami juga menyambut kesiapan mereka untuk terlibat dalam dialog menuju penghentian permusuhan yang lebih tahan lama dan memastikan akses kemanusiaan tanpa hambatan," kata mereka dalam pernyataan bersama, melansir Reuters 28 April.

Tentara mengatakan mereka mengendalikan sebagian besar wilayah Sudan dan mengalahkan penyebaran besar RSF di Khartoum, di mana beberapa daerah pemukiman telah berubah menjadi zona perang.

Meskipun ada jeda pertempuran sejak gencatan senjata 72 jam pertama dimulai, serangan udara dan tembakan anti-pesawat terdengar pada Kamis di ibu kota dan kota-kota terdekat Omdurman dan Bahri, kata saksi mata dan wartawan Reuters.

Terpisah, Gedung Putih mengatakan sangat prihatin dengan pelanggaran gencatan senjata. Dikatakan, situasinya bisa memburuk kapan saja dan mendesak warga AS untuk pergi dalam waktu 24 hingga 48 jam.

Sementara itu, pertempuran telah menyebar ke wilayah Darfur yang luas, di mana konflik telah membara sejak perang saudara meletus dua dekade lalu.

Asosiasi Darfur Bar, sebuah kelompok hak asasi, mengatakan sedikitnya 52 orang tewas dalam serangan oleh "milisi" bersenjata lengkap di lingkungan perumahan di Kota El Geneina, serta rumah sakit utama, pasar utama, gedung pemerintah dan beberapa tempat penampungan untuk pengungsi internal.

Diketahui, sejauh ini sekitar 512 orang tewas dan hampir 4.200 terluka akibat pertempuran di Sudan sejak 15 April. Sementara, Persatuan Dokter Sudan mengatakan 60 dari 86 rumah sakit di zona konflik telah berhenti beroperasi.

Banyak orang asing tetap terjebak di Sudan meskipun ribuan orang telah dievakuasi. Sedangkan warga sipil Sudan yang berjuang untuk mendapatkan makanan, air dan bahan bakar, berhamburan keluar dari Khartoum.

Gesekan telah terjadi selama berbulan-bulan antara tentara Sudan dan RSF, yang melakukan kudeta pada tahun 2021, dua tahun setelah pemberontakan rakyat yang menggulingkan otokrat Islamis yang telah lama berkuasa, Omar al-Bashir.