JAKARTA - Arab Saudi dan Amerika Serikat pada Hari Minggu menyerukan perpanjangan kesepakatan gencatan senjata yang telah menghentikan perang enam minggu antara faksi-faksi militer, tetapi mengatakan kedua belah pihak telah menghambat upaya bantuan dan bersiap untuk eskalasi lebih lanjut.
Bentrokan terdengar semalam dan pada Hari Minggu di ibu kota Khartoum, kata penduduk, sementara pemantau hak asasi manusia melaporkan pertempuran mematikan di El Fashir, salah satu kota utama di wilayah barat Darfur.
Konflik antara tentara Sudan dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang meletus pada 15 April, telah membuat ibu kota terguncang akibat pertempuran sengit, pelanggaran hukum dan tutupnya layanan, membuat hampir 1,4 juta orang meninggalkan rumah mereka dan mengancam ketidakstabilan wilayah.
Gencatan senjata selama seminggu yang ditengahi di Arab Saudi dan pembicaraan yang dipimpin AS di Jeddah, akan berlangsung hingga Senin malam.
Kedua negara memantau gencatan senjata dari jarak jauh, meminta tentara dan RSF untuk memperbarui gencatan senjata yang "diamati secara tidak sempurna" untuk memungkinkan pekerjaan kemanusiaan.
"Ada pelanggaran oleh kedua belah pihak yang secara signifikan menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan dan pemulihan layanan penting," kata Arab Saudi dan AS dalam pernyataan bersama, melansir Reuters 29 Mei.
Pernyataan tersebut mengutip pelanggaran gencatan senjata, termasuk serangan udara dan pengambilan pasokan medis oleh tentara, hingga pendudukan bangunan sipil dan penjarahan oleh RSF.
"Kedua belah pihak telah memberi tahu fasilitator bahwa tujuan mereka adalah deeskalasi untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan dan perbaikan penting, namun kedua belah pihak bersiap untuk eskalasi lebih lanjut," sebut pernyataan itu.
RSF mengatakan siap untuk membahas kemungkinan pembaruan, terus memantau gencatan senjata "untuk menguji keseriusan dan komitmen pihak lain untuk melanjutkan pembaruan perjanjian atau tidak". Sementara, pihak tentara mengatakan sedang mendiskusikan kemungkinan perpanjangan.
Diketahui, hampir 350.000 orang telah melintasi perbatasan Sudan sejak pertempuran meletus, dengan jumlah terbesar menuju utara ke Mesir dari Khartoum atau barat ke Chad dari Darfur.
Di Khartoum, pabrik, kantor, rumah, dan bank telah dijarah atau dihancurkan. Listrik, air, dan telekomunikasi sering terputus, obat-obatan dan peralatan medis sangat langka, dan persediaan makanan hampir habis.
"Kami pergi karena dampak perang. Saya punya anak dan saya mengkhawatirkan mereka karena kurangnya perawatan medis," kata salah satu penduduk ibu kota, Samia Suleiman saat di perjalanan menuju Mesir.
BACA JUGA:
Kesepakatan gencatan senjata berhasil membuat jeda pertempuran sengit, tetapi bentrokan sporadis dan serangan udara terus berlanjut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok bantuan mengatakan, meskipun ada gencatan senjata, mereka berjuang untuk mendapatkan persetujuan birokrasi dan jaminan keamanan untuk mengangkut bantuan dan staf ke Khartoum dan tempat lain yang membutuhkan.
Sementara, Kementerian Kesehatan mengatakan, sedikitnya 730 orang tewas akibat pertempuran yang terjadi, meski angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.