Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dirinya tidak melihat adanya kemungkinan untuk mencapai gencatan senjata yang komprehensif dalam perang di Ukraina, karena kedua belah pihak yakin dapat menang, menurut wawancara yang diterbitkan oleh surat kabar Spanyol, El Pais pada Hari Selasa.

Sekjen Guterres yang berada di Spanyol untuk menerima penghargaan Charles V European Award mengatakan, PBB sedang berfokus pada pembicaraan dengan Rusia dan Ukraina untuk menyelesaikan masalah-masalah konkret, seperti memperpanjang kesepakatan biji-bijian Laut Hitam yang akan berakhir pada 18 Mei.

"Sayangnya, saya yakin bahwa pada tahap ini, negosiasi damai tidak mungkin dilakukan. Kedua belah pihak yakin bahwa mereka bisa menang," kata Sekjen PBB, dilansir dari Reuters 10 Mei.

"Saat ini, saya tidak melihat adanya kemungkinan untuk segera mencapai, kita tidak berbicara mengenai masa depan, gencatan senjata yang komprehensif, sebuah negosiasi perdamaian," tambahnya.

Pasukan Rusia melancarkan serangan baru di Ukraina pada Hari Selasa, saat Moskow menggelar peringatan kekalahan Nazi Jerman pada Perang Dunia II tahun 1945.

Sementara, pertahanan udara Ukraina menghancurkan 23 dari 25 rudal yang ditembakkan, terutama ke ibukota Kyiv, kata para pejabat.

Serangan tersebut, kali kelima di Bulan Mei, terjadi sehari setelah Rusia meluncurkan serangan pesawat tak berawak terbesarnya selama berbulan-bulan, menghantam Kyiv dan Kota Odesa di Laut Hitam, serta menggempur kota-kota lain ketika Ukraina bersiap-siap untuk melakukan serangan balasan.

Ditanya mengenai upaya-upaya mediasi oleh China atau pemimpin Brazil Lula, Sekjen Guterres menekankan bahwa mencapai perdamaian dalam konflik ini belum dapat terjadi saat ini, meskipun ia berharap "di masa depan hal itu akan terjadi".

Ia juga memuji posisi Beijing mengenai eskalasi nuklir yang "tidak dapat diterima", menggambarkannya sebagai "sangat penting untuk menghindari godaan yang akan menjadi absurditas yang tidak dapat ditoleransi".

Diketahui, ketegangan nuklir telah melonjak sejak invasi Rusia, karena Presiden Vladimir Putin telah berulang kali memperingatkan bahwa Moskow siap untuk menggunakan persenjataan nuklirnya, jika perlu, untuk mempertahankan "integritas teritorialnya".