JAKARTA - Program Manager Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola mengungkap 30 persen masyarakat di Tanah Air pernah memberi suap saat mengakses layanan publik. Angka tersebut didasari hasil studi mereka.
"Kenapa kemudian mereka ingin membayar suap? Alasan nomor satu sebagai tanda terima kasih," kata Alvin dalam diskusi Korupsi dan Pelayanan Publik yang diselenggarakan Center for Research on Ethics Economy and Democracy (CREED) yang dikutip Selasa, 11 April.
Alasan ini diakui oleh 33 persen masyarakat yang menjadi objek studi. Sementara sisanya, pemberian suap dilakukan karena diminta petugas hingga iming-iming percepatan proses.
Adapun pemberian suap tertinggi terjadi saat publik berurusan dengan layanan di kepolisian. Angkanya disebut Alvin mencapai 41 persen dan paling tinggi di Asia yang rata-rata hanya sebesar 23 persen.
Meski begitu, masyarakat sebenarnya menyadari praktik suap di lingkungan pemerintahan ini menjadi masalah besar. Jumlahnya, kata Alvin, bahkan mencapai 90 persen dari hasil studi mereka.
Menanggapi hasil studi tersebut, Dewan Penasehat HIPPINDO, Tutum Rahanta menyebut praktik suap memang kerap dengan masyarakat termasuk pengusaha. Mereka biasanya butuh kecepatan dalam proses perizinan sehingga menyuap jadi salah satu cara.
"Pelaku usaha memperhitungkan untuk efesiensi. Efesiensi itu salah satunya waktu. Semuanya kalau selama bisa dibeli dengan uang, apakah itu tidak korup ataupun korup, pasti akan dilakukan," tegas Tutum.
BACA JUGA:
Tak hanya itu, praktik suap ini biasanya terjadi karena beberapa hal di antaranya karena ada peluang, sistem yang kurang baik, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak berintegritas. Sehingga, mereka cenderung mengambil jalan pintas yang disediakan oknum tertentu.
Sementara, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Haryanto memastikan perbaikan sistem di lembaganya akan terus dilakukan. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pelayanan efektif dan akuntabel bisa dirasakan masyarakat.
"Bahwa yang namanya reformasi birokrasi intinya adalah melayani rakyat dengan lebih baik. Artinya, melayani rakyat harus lebih efektif dan akuntabel karena bicara demokrasi," pungkasnya.