Bagikan:

JAKARTA - Pengusaha Dito Mahendra seolah menghilang. Sebab, ia yang mangkir dari panggilan pemeriksaan kasus kepemilikan senjata api (senpi) ilegal itu tak diketahui keberadaan. Dito Mahendra sedianya diagendakan menjalani pemeriksaan pada Senin, 3 April, kemarin.

"Kami juga mencoba dengan upaya-upaya memanggil terlapor dalam hal ini Dito Mahendra yang bersangkutan seharusnya dipanggil kemarin namun tidak hadir," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani kepada wartawan, Selasa, 4 April.

Tapi, Dito mengirim pengacaranya untuk menjelaskan alasan ketidakhadirannya memenuhi panggilan pemeriksaan. Melalui pengacara dikatakan bila Dito sedang berada di luar kota. Tetapi, tak dirinci lokasinya.

"Dito mengirim seorang lawyer yang menyampaikan tidak bisa hadir karena di luar kota," ungkapnya.

Bahkan, saat penyidik mempertegas keberadaan Dito, pengacaranya tak bisa memberi jawaban. Dito seolah menghilang. Sebab, pengacaranya juga tak bisa berkomunikasi dengan kliennya tersebut.

"Namun kami pertegas, kami kepengen tau di luar kotanya mana, ternyata dari lawyer juga tidak bisa menyebutkan di luar kotanya, kemudian tidak bisa komunikasi," sebutnya.

Meski demikian, penyidik tetap melayangkan panggilan kedua terhadap Dito. Pria yang sempat berseteru dengan Nikita Mirzani itu diagendakan memberikan keterangan dalam waktu dekat.

"Dalam hal ini dipanggil kedua untuk hari kamis. Hari kamis kira berharap yang bersangkutan bisa hadir untuk menjelaskan," kata Djuhandhani.

Adapun, kasus kepemilikan senpi ilegal Dito Mahendra telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Peningkatan itu berdasarkan hasil gelar perkara.

Ada 9 senpi yang ditemukan di rumah Dito Mahendra dinyatakan ilegal. Sebab, tak memiliki surat resmi.

Senjata api yang dinyatakan ilegal antara lain, pistol jenis Glock 17, Revolver S&W, pistol Glock 19 Zev, dan pistol Angstatd Arms

Lalu, senapan jenis Noveske Refleworks, AK 101, senapan Heckler & Koch G 36, pistol Heckler & Koch MP 5, dan senapan angin Walther. Dalam kasus ini, Dito diduga melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 12 tahun 1951.