Semprot Hasto, Demokrat Ulas Besaran Subsidi Wong Cilik Saat Pemerintahan Megawati-SBY-Jokowi
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY dalam pidato politiknya di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa, 14 Maret. (Nailin-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Partai Demokrat menanggapi kritikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terhadap pidato Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang membicarakan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat miskin atau wong cilik. Hasto mengomentari pidato itu lewat Ketum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) PDIP, Wanto Sugito.

Deputi Bappilu Demokrat Kamhar Lakumani menilai komentar anak buah Hasto itu minim literasi. Sikap Hasto meminta bawahannya mengkritik AHY juga secara tidak langsung sudah merendahkan derajatnya sebagai elite PDIP.

"Mungkin Hasto menilai dirinya ketinggian sebagai pejabat utama partai terbesar yang sedang berkuasa untuk merespons ini secara langsung, karenanya meminjam tangan bawahan terbawah untuk merespons. Maksud hati meninggikan derajat, yang terjadi sebaliknya, semakin merendahkan derajat," ujar Kamhar dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis, 16 Maret.

"Respons anak buahnya mencerminkan tak paham persoalan, minim literasi bahkan obskurantis. Sebelas dua belas dengan Bung Hasto," sambungnya.

Kamhar lantas memaparkan data yang dimilikinya terkait keberpihakan terhadap wong cilik berdasarkan besaran rasio subsidi. Menurutnya, rasio subsidi di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) 2015-2023 jauh lebih kecil ketimbang era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Bisa dibandingkan data yang menunjukkan ketidakberpihakan terhadap wong cilik yang tercermin dari besaran rasio subsidi pemerintahan Jokowi 2015-2023 hanya sebesar 9,77 persen. Pemerintahan Ibu Megawati 2001-2004 sebesar 17,33 persen," tutur Kamhar.

"Sementara pemerintahan SBY jilid I 2004-2009 sebesar 20,45 persen dan pemerintahan SBY jilid II sebesar 21,62 persen. Subsidi merupakan manifestasi kebijakan pro rakyat," tambahnya.

Kamhar kemudian menyentil soal kasus korupsi bansos pandemi yang menyeret mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, yang juga merupakan kader PDIP. Dia menilai, mengambil hak rakyat yang sedang terpukul karena COVID-19 sangat buruk.

"Tak hanya lebih kecil, malah dana bansos di kala rakyat sedang diterpa pandemi COVID-19 justru dikorupsi oleh Menteri Sosial Juliari Batubara kader PDIP, partainya Bung Hasto," tegas Kamhar.

Lebih lanjut, Kamhar lantas menyoroti soal isu perpanjangan masa jabatan presiden yang berulangkali mencuat di era Jokowi. Dia mengklaim, SBY tidak pernah sekalipun berniat memperpanjang masa jabatannya usai menjabat selama dua periode.

"Beda halnya di pemerintahan sekarang yang terus menghidupkan wacana dan melakukan langkah-langkah yang terbaca sebagai upaya perpanjangan masa jabatan atau penambahan periodesasi jabatan presiden," bebernya.

Kamhar pun menegaskan kembali soal pidato AHY yang membicarakan dukungan agar sistem pemilu proporsional terbuka tetap diberlakukan pada Pemilu 2024. Menurut Kamhar, Hasto menyimpan kebencian dan dendam ke partainya dan SBY terkait sikapnya terhadap sistem pemilu ini.

"Berkaitan dengan pidato politik Mas Ketum AHY tentang sistem pemilu proporsional terbuka, banyak jejak digital yang menerangkan Bung Hasto menyimpan kebencian dan dendam terhadap Partai Demokrat dan Pak SBY, termasuk yang dikait-kaitkan dengan Pemilu 2009," kata Kamhar.

"Setelah ditelusuri lebih jauh, kekecewaan ini ternyata akibat Bung Hasto pada tahun tersebut gagal terpilih kembali menjadi wakil rakyat dari Dapil Jatim VII, sementara Partai Demokrat memperoleh kemenangan besar di dapil tersebut yang meliputi Pacitan dan sekitarnya yang merupakan daerah asal Pak SBY," pungkasnya.

Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memberikan respons dingin atas pidato AHY saat dimintai tanggapan. Alih-alih menjawab, Hasto menyerahkan anak buahnya di organisasi sayap partai PDIP untuk merespons hal itu.

"Nanti biar Wanto (Wanto Sugito) Ketum Repdem," kata Hasto kepada wartawan, Rabu, 15 Maret.