Ketua DPC PDIP Tangsel: AHY Bisanya Kritik Pemerintahan Jokowi, Tapi Mengkritik Pemerintahan Bapaknya Tidak Bisa
DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Wanto Sugito menanggapi kritik Ketu Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyebut kebijakan pemerintah kurang berpihak kepada rakyat miskin atau wong cilik.

Ketua Umum organisasi sayap PDIP, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) itu justru balik mengkritik era pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di mana saat ayahnya berkuasa, banyak utang dan pihak yang tersandung kasus korupsi. 

"AHY bisanya mengkritik pemerintahan Jokowi saja ya, mengkritik pemerintahan bapaknya tidak bisa," ujar Wanto, Rabu, 15 Maret. 

"Sekarang saya tantang deh, sebutkan 10 keberhasilan SBY dan bandingkan dengan anggaran serta utang yang menumpuk selama pemerintahan SBY. Kemudian buka itu korupsi ketum Demokrat yang ironi dengan slogannya, katakan tidak pada korupsi!," lanjutnya. 

Ketua DPC PDIP Tangsel ini mengingatkan, pemerintah Jokowi sudah mengalokasikan anggaran orang miskin yang tepat sasaran. Misalnya, program kebijakan rumah sakit gratis untuk rakyat melalui BPJS, peningkatan jaminan kesehatan dan sebagainya.

Bahkan kata Wanto, indeks kepuasan masyarakat terhadap pemerintah Jokowi mencapai 76,2 persen seperti yang dirilis oleh LSI.

Wanto menilai, seharusnya AHY tidak membandingkan komitmen pemerintah Jokowi untuk wong cilik dengan komitmen pemerintahan SBY yang dituding korup. 

 "Zaman SBY itu kan dana untuk orang miskin dipakai untuk dana pemilu melalui bansos. Itulah yang membuat suara Demokrat naik menjadi 300 persen," kata Wanto.

Mantan aktivis 98 ini pun membeberkan kegagalan SBY terkait kesejahteraan wong cilik. Di matanya, SBY punya banyak catatan merah dan kegagalan. Seperti, menurunnya tingkat kesejahteraan petani, utang per kapita naik dari USD 531,29 menjadi USD 1.002,69 pada 2013, pembayaran bunga utang menyedot 13,6 persen dari anggaran pemerintah pusat. 

Kemudian, postur APBN semakin tidak proporsional karena didominasi oleh pengeluaran rutin dan birokrasi serta turunnya lapangan kerja dari 436.000 menjadi 164.000. Bahkan, kata Wanto, neraca perdagangan dari surplus USD 25,06 miliar menjadi deficit USD 4,06 miliar.

“AHY ini berulang kali saya katakan harus belajar baca data dulu terkait kegagalan bapaknya, baru kemudian mengkritisi kebijakan Jokowi," tegas Wanto. 

 

Sebelumnya, AHY mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai kurang berpihak kepada rakyat miskin atau wong cilik. Pasalnya, di tengah situasi ekonomi yang sulit, pemerintah malah menggunakan anggaran untuk proyek-proyek mercusuar yang tidak berdampak pada kehidupan masyarakat kecil.

"Masalahnya, bukan hanya karena krisis global. Persoalan ekonomi kita semakin rumit, karena keuangan negara tidak dikelola dengan baik. Anggaran terlalu banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar, yang tidak banyak berdampak pada kehidupan Wong Cilik, tidak banyak berdampak pada saudara-saudara kita yang termasuk miskin dan tidak mampu," ujar AHY dalam pidato politiknya di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa, 14 Maret. 

AHY menyoroti defisit anggaran yang ditutupi dengan utang pemerintah, di mana dalam delapan tahun terakhir angkanya naik mencapai tiga kali lipat. Namun lagi-lagi, utang tersebut justru dibebankan kepada rakyat hingga pajak juga dinaikkan. 

"Menurut Kementerian Keuangan, di awal 2023, angkanya mencapai Rp7.733 Triliun. Belum lagi, utang BUMN yang semakin menggunung, sebesar Rp1.640 triliun. Faktanya pula, rasio utang negara terhadap PDB semakin tinggi. Lagi-lagi, ada pihak yang berdalih, rasio utang masih aman. Bukan itu soalnya. Kini, kita kesulitan membayar utang, karena keuangan negara juga tengah menghadapi tekanan. Sejatinya, rakyat juga yang akan menanggung utang, lewat pajak yang mereka bayar," kata AHY.

Akibat beban utang tersebut, lanjutnya, ruang fiskal menjadi sangat terbatas. Menurutnya, tidak adil jika akibat utang yang terlewat tinggi pemerintah berikutnya justru tidak leluasa membiayai pembangunan nasional. 

"Jangan menghukum pihak yang tidak bersalah," tegas AHY.