JAKARTA - Pekan depan, 23 daerah di Jawa dan Bali akan memberlakukan pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sesuai keputusan pemerintah pusat. Pengetatan PSBB yang akan dimulai pada 11 hingga 25 Januari ada di enam provinsi.
Di Provinsi DKI Jakarta belaku di seluruh kota administratif, yakni Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu.
Di Jawa Barat, pengetatan dilakukan Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan wilayah Bandung Raya seperti Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cimahi. Di Provinsi Banten berada di wilayah Tangerang Raya yakni Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan.
Di Provinsi Jawa Tengah adalah Semarang Raya, Solo Raya, dan Banyumas Raya. Di DI Yogyakarta adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulonprogo. Di Jawa Timur adalah semua wilayah Malang Raya dan Surabaya Raya. Sementara di Bali adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Menurut pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, pengetatan kegiatan masyakarat di 23 wilayah tersebut kurang efektif.
Miko bilang, pengendalian kasus COVID-19 akan lebih efektif jika semua kabupaten/kota dengan zona risiko tinggi (zona merah) dan risiko sedang (zona oranye) juga dilakukan pengetatan PSBB.
"Yang dilakukan oleh pemerintah sudah bagus tapi belum sempurna. Tapi, harusnya yang dilakukan pengetatan pembatasan itu mestinya di semua kota kabupaten Jawa Bali yang merah dan oranye," kata Miko kepada VOI, Kamis, 7 Januari.
Dalam menentukan daerah yang masuk dalam pengetatan PSBB Jawa-Bali, Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) memiliki empat kriteria.
Kriteria tersebut adalah tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau 3 persen, kemudian tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional, yakni di bawah 82 persen.
Selanjutnya, tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional yakni sekitar 14 persen, dan tingkat keterisian rumah sakit atau BOR untuk ICU dan isolasi yang di atas 70 persen.
Namun, dalam bayang-bayang lonjakan kasus COVID-19 usai masa libur Natal dan tahun baru 2020, pengetatan pada semua daerah zona merah dan oranye perlu dilakukan. Mengingat, tak ada pelarangan mobilitas masyarakat antardaerah.
Berdasarkan peta zonasi di Jawa dan Bali yang dihimpun Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per tanggal 3 Januari, terdapat 32 kabupaten/kota dengan zona merah. Kemudian, ada 83 kabupaten/kota dengan zona oranye.
"Harusnya kalau pemerintah serius, melakukan pencegahan pertambahan COVID-19 di semua zona merah zona oranye juga. Terlebih, zona oranye juga sudah bukan zona aman. Apabila pemerintah dan masyarakat lengah, maka dapat berpotensi masuk ke zona risiko merah juga," jelas Miko.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, ada delapan bentuk pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat. Pengetatannya adalah sebagai berikut:
1. Membatasi tempat kerja dengan WFH 75 persen dan melakukan protokol kesehatan secara ketat.
2. Kegiatan belajar mengajar secara daring (online).
3. Sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap beroperasi 100 persen dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan menjaga protokol kesehatan secara ketat.
4. Melakukan pembatasan terhadap jam buka dari kegiatan-kegiatan di pusat perbelanjaan sampai pukul 19.00 waktu setempat. Makan dan minum di tempat makan atau restoran maksimal 25 persen. Pemesanan makanan melalui take away atau delivery tetap diizinkan.
5. Mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
6. Mengizinkan tempat ibadah melakukan pembatasan kapasitas sebesar 50 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
7. Fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara.
8. Pengaturan kapasitas dan jam operasional moda transportasi.