Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun meminta agar kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tak lagi diterapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Alasannya, kata Ikhsan, karena kebijakan tersebut dinilai merugikan bagi bisnis UMKM. Seperti diketahui, sektor UMKM menjadi salah satu yang terdampak pandemi COVID-19, di mana banyak pelaku usaha UMKM yang gulung tikar.

"Apa yang diinginkan oleh asosiasi dan pelaku UMKM adalah tolong kebijakan PSBB jangan lagi dilaksanakan. Karena PSBB sangat merugikan bisnis UMKM," tuturnya, dalam webinar bertema 'Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal', Selasa, 15 Desember.

Ikhsan berujar, salah satu dampak buruk dari kebijakan pembatasan sosial tersebut adalah terpangkasnya omzet bisnis UMKM. Penurunan omzet ini dialami pelaku usaha yang berada di wilayah Denpasar Bali.

"Contohnya teman-teman pengrajin perak di Bali yang omzetnya luar biasa sebelum pandemi (COVID-19), tapi saat pandemi omzetnya abis enggak bisa jualan lagi karena adanya pembatasan usaha," katanya.

Lebih lanjut, Ikhsan menilai, PSBB juga tidak efektif untuk memutus mata rantai penularan virus COVID-19 di Tanah Air. Menurut dia, hal ini tercermin dari masih meningkatnya jumlah kasus COVID-19, meskipun telah diberlakukan PSBB di sejumlah daerah.

Sekadar informasi, saat ini kasus aktif COVID-19 di Indonesia telah mencapai lebih dari setengah juta atau 629.429. Sedangkan kasus baru per hari ini bertambah sebanyak 6.120. Sementara suspek mencapai 63.666.

Menurut Ikhsan, alih-alih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar, lebih baik pemerintah pemerintah pusat maupun daerah melakukan pengetatan protokol kesehatan dalam seluruh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.

Kata dia, hal tersebut diharapkan akan mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional sekaligus juga sebagai solusi untuk memerangi virus mematikan asal China itu.

"Ini kan seperti rujukan WHO bahwa memang lockdown atau PSBB sudah tak lagi diterapkan. Karena menghambat upaya pemulihan ekonomi dan tidak efektif juga untuk menghentikan pandemi COVID-19," jelasnya.