Bagikan:

JAKARTA - Penanganan pascawabah COVID-19 sedang diperhitungkan. Sebab, ketika sudah tak ada lagi pasien yang terjangkit virus corona dan suatu negara telah dinyatakan sembuh, ada kelumpuhan ekonomi yang tersisa.

Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo memaparkan lima skema yang dijadikan sebagai jurus pemulihan ekonomi di Indonesia. Terutama, pemulihan dan perlindungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Ada lima skema besar dalam program perlindungan dan pemulihan ekonomi utamanya di sektor usaha mikro, kecil, menengah. Termasuk, program khusus bagi usaha mikro dan ultra mikro yang selama ini tidak bersentuhan dan tidak terjangkau oleh lembaga keuangan maupun perbankan," tutur Jokowi dalam seperti yang disiarkan akun Youtube Sekretariat Presiden, Rabu, 29 April.

Pertama, ada skema program bantuan sosial untuk pelaku UMKM yang masuk dalam kategori miskin dan rentan miskin akibat COVID-19. Jokowi meminta jajarannya memastikan mereka masuk dalam penerima bansos, baik dalam bentuk program keluarga harapan, paket sembako, bansos tunai, BLT dana desa, pembebasan pengurangan tarif listrik, maupun Kartu Prakerja.

Skema kedua adalah insentif perpajakan bagi pelaku UMKM yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar per tahun terhitung sejak April sampai September 2020. "Di sini pemerintah telah menurunkan tarif PPh final UMKM dari 0,5 menjadi 0 persen selama periode 6 bulan," ucap Jokowi.

Skema ketiga adalah relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM dengan berbagai macam program. Program tersebut yakni penundaan angsuran dan subsidi bunga penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), seperti Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) dan PNM Mekaar.

Selain itu, ada penundaan angsuran dan subsidi yang juga ditujukan bagi usaha mikro penerima kredit dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dan penerima modal dari beberapa kementerian.

"Saya lihat banyak sekali ada LPM UKP (Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan), BLU Pusat Pembiayaan Pengelola Hutan dan calon petani calon lokasi di Kementan. Saya juga minta agar program penundaan angsuran dan subsidi bunga diperluas untuk usaha mikro penerima bantuan usaha dari pemda," ucap Jokowi.

Skema keempat adalah perluasan pembiayaan bagi UMKM berupa stimulus bantuan modal kerja. Jokowi bilang, bantuan itu harus dirancang secara benar agar UMKM merasakan program darurat semacam itu.

Jokowi memaparkan, ada 41 juta UMKM yang sudah tersambung dengan lembaga pembiayaan maupun perbankan. Namun, di luar itu, itu 23 juta UMKM yang belum pernah mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan maupun sistem perbankan.

"Bagi yang bankable, penyalurannya akan melalui perluasan program KUR sekaligus ini akan mendorong inklusi keuangan. Sedangkan, bagi yang tidak bankable penyalurannya bisa lewat UMi lewat Mekaar maupun skema program lainnya," jelasnya.

Skema kelima adalah mewajibkan kementerian, lembaga, BUMN maupun pemda setempat untuk menjadi penopang dalam ekosistem usaha UMKM, terutama dalam tahap awal pemulihan.

Misalnya, kata Jokowi, BUMN atau BUMD bisa menjadi pengambil hasil atau produksi para pelaku UMKM baik di bidang pertanian, perikanan, kuliner, sampai di industri rumah tangga.

Ilustrasi UMKM. (Angga Nugraha/VOI)

"Selain itu, realokasi anggaran pemerintah daerah juga harus diarahkan pada program stimulus ekonomi yang menyentuh sektor UMKM ini. Saya harapkan nanti Mendagri bisa menyampaikan kepada Kepala Daerah sehingga kita harapkan UMKM kita bisa bertahan di tengah pandemi COVID-19 ini," tutup Jokowi.

Meski demikian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, jurus-jurus mantan Wali Kota Solo itu dipertanyakan keberhasilannya nanti.

Pasalnya, kata Bhima, relaksasi kredit yang hanya mengandalkan fasilitas kredit UMKM di bawah kementerian dan lembaga termasuk KUR, kurang efektif. Total KUR 2019 sebesar Rp129,5 triliun, sementara total kredit UMKM di bank umum 2019 mencapai Rp1.150 triliun.

"Jadi porsi KUR dari total kredit UMKM hanya 11,2 persen, itu kecil sekali," jelasnya kepada VOI

Menurut Bhima, pemerintah harus melibatkan OJK dan BI agar relaksasi kredit bisa menyeluruh ke semua bank umum dan BPR.

"Kemudian, kewajiban Pemda menjadi penopang UMKM ini harus clear. Kebijakannya seperti apa. Jangan membuat bingung level teknis di bawah," tutur Bhima.

Ekonom Indef lainnya, Enny Sri Hartati menganggap, segala kebijakan di tengah pandemi COVID-19 sebenarnya secara skema, sudah memadai. Namun, yang jadi permasalahan adalah, rencana yang sudah diskemakan tersebut terkadang tak seindah implementasinya.

"Skema yang sudah ada ini sebenarnya sudah telat. Maka dari itu pemerintah harus bisa fokus agar segala bantuan yang direncanakan bisa tepat sasaran," jelasnya.