Imbas Kebijakan Setengah-Setengah Tangani Pandemi, Ekonom Sebut Indonesia Akan Alami Krisis Panjang
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Senior, Fadhil Hasan mengatakan, Indonesia bisa mengalami krisis yang sangat panjang selama pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang serius untuk menangani pandemi COVID-19 di Tanah Air. Menurut dia, kebijakan pemerintah selama ini setengah-setengah.

"Memang saya kira sejak awal itu kita sudah menduga bahwa krisis ekonomi dan kesehatan yang akibat pandemi di Indonesia ini akan berlangsung panjang. Karena sejak awal itu kita menerapkan kebijakan yang serba setengah-setengah maupun di dalam penanganan kesehatan," tuturnya dalam diskusi virtual, Jumat, 23 Juli.

Lebih lanjut, Fadhil mengatakan berapa lama ini akan berakhir itu sangat tergantung dari pada apa yang dilakukan oleh pemerintah. Selama pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang serius untuk menangani pandemi maka Indonesia akan lebih lama keluar dari krisis.

"Jadi saya kira kita akan mengalami krisis yang long atau panjang selama memang kita tidak memiliki satu kebijakan yang firm, yang betul-betul menangani krisis ini dengan suatu kebijakan yang bisa dalam waktu yang singkat penyebaran pandemi COVID-19 mengalami suatu perubahan atau perbaikan yang signifikan," ujarnya.

Fadhil mengatakan dalam kondisi saat ini bukan waktunya berdebat untuk mengetahui pilihan yang baik dan buruk. Tetapi, kata dia, justru memilih yang terbaik dari yang buruk.

"Walaupun demikian saya kira yang terbaik dari yang terburuk ini kita harus cari juga. Ini bukan kebijakan yang selama ini diterapkan oleh pemerintah," ucapnya.

Seperti diketahui, kasus pertama di Indonesia secara resmi diumumkan pada 2 Maret 2020, hingga kini jumlah kasus COVID-19 terus melonjak. Untuk menekan penyebarannya, pemerintah mengambil kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat mulai dari PSBB, PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat, hingga PPKM level 4.

Pemerintah memutuskan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang secara resmi diumumkan pada 31 Maret 2020. Kebijakan diambil didasarkan pada status kedaruratan kesehatan masyarakat akibat virus corona, yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Teknis pelaksanaan PSBB diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Kemudian, pada awal 2021 tepatnya pada 11 hingga 25 Januari pemerintah kembali mengambil langkah untuk membatasi mobilitas masyarakat. Kebijakan yang diterapkan adalah pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali.

Keputusan ini diatur melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Pulau Jawa dan Bali.

Pada 9 Februari, pemerintah mengambil langkah kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro (PPKM Mikro) di seluruh provinsi di Indonesia.

PPKM Mikro merupakan pendekatan PPKM berbasis mikro yang mengatur sampai dengan tingkat rukun tetangga (RT)/rukun warga (RW) yang berpotensi menimbulkan penularan COVID-19.

Setelah PPKM Mikro, pemerintah menerapkan PPKM Darurat pada 3-20 Juli 2021. PPKM Darurat ini meliputi pembatasan-pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat daripada yang selama ini telah berlaku.

Mulanya, kebijakan selama dua pekan tersebut menyasar kabupaten/kota di Jawa dan Bali. Namun setelah itu, daerah-daerah yang menerapkan PPKM Darurat ditambah cakupannya di luar Jawa-Bali.

Terakhir, pemerintah memperpanjang PPKM Darurat dengan PPKM Level 4 hingga 25 Juli. PPKM Level 4 merupakan pemberlakuan pembatasan kegiatan di Jawa dan Bali dan disesuaikan dengan kriteria level situasi pandemi berdasarkan hasil assesment atau penilaian.