Bagikan:

JAKARTA - Gejolak perekonomian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir dinilai membuat investor global lebih tertarik kepada investasi jangka pendek. Tak hanya itu, ketidakpastian kebijakan di suatu negara juga menjadi faktor pendorong investor memilih investasi jangka pendek.

Ekonom senior Indef Aviliani mengatakan bahwa saat ini investor asing sudah mulai mengubah strateginya dalam berinvestasi. Mereka lebih memilih investasi jangka pendek dibanding investasi jangka panjang.

"Memang kalau kita lihat investor asing itu sudah mulai mengubah strategi sebenarnya," katanya dalam dialog virtual, di Jakarta, Rabu, 8 September.

Kata Aviliani, salah satu faktornya karena mereka menilai bahwa kepastian yang didapat makin lama makin pendek. Artinya ketidakpastian di dalam berinvestasi itu makin banyak terjadi. Terutama kepastian kebijakan di tingkat daerah.

"Mereka dalam berinvestasi itu kecenderungannya adalah biasanya mereka memberikan pinjaman dulu pada pengusaha di dalam negeri. Lalu kemudian baru mereka menempatkan pinjaman itu sebagai equity. Jadi mereka mencoba untuk tidak langsung. Karena kalau langsung yang mereka alami pada umumnya itu adalah kebijakan yang berubah-ubah. Terutama adalah di tingkat daerah," ucapnya.

Apalagi, kata Aviliani, di Indonesia juga mengalami yang namanya pergantian kebijakan yang disebabkan oleh bergantinya pemimpin negara. Hal ini yang menjadi faktor investor mulai beralih ke sektor jasa atau keuangan untuk berinvestasi di Tanah Air.

"Kita juga ngalamin kalau ganti presiden, kita juga ganti kebijakan. Padahal untuk beri investasi di sektor hulu maupun hilir memerlukan jangka waktu yang panjang. Jadi kalau kita lihat banyak sekali investor asing itu lebih lari ke sektor jasa atau sektor keuangan," katanya.

Tak hanya itu, kata Aviliani, terjadinya berbagai gejolak perekonomian juga membuat investor global berpandangan bahwa krisis terjadi dalam rentang waktu yang lebih pendek. Akhirnya, mereka pun cenderung lebih memilih investasi jangka pendek.

Kata Aviliani, sepanjang 2008 hingga 2019 gejolak ekonomi dunia bersumber dari sektor keuangan, energi, maupun perdagangan dan 2020 pandemi. Karena itu, investor melihat krisis lebih pendek.

"Investasi lebih ke jangka pendek, lihat saja penawaran obligasi laku," tuturnya.

Menurut Aviliani, tren itu dapat menghambat perolehan investasi jangka panjang Indonesia. Apalagi, Indonesia saat ini lebih membutuhkan investasi jangka panjang untuk mendorong sektor riil dan proyek strategis. Akibatnya, kebutuhan investasi di sektor tersebut sulit terpenuhi.

Karena itu, kata Aviliani, pemerintah perlu memberikan jaminan bagi para investor jika hendak menarik kontrak-kontrak jangka panjang. Tanpa jaminan, diperkirakan investasi yang datang dalam beberapa waktu ke depan merupakan jangka pendek.

"Kalau mereka (investor) disuruh full investasi secara penanaman modal asing (PMA) kelihatannya beberapa tahun ini cukup menurun," ujarnya.