Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani mengatakan bahwa tren perdagangan internasional saat ini dan ke depannya akan mengarah pada sistem barter atau tukar-menukar barang dan rantai nilai global atau global value chain (GVC).

"Arah kebijakan setiap negara itu pada akhirnya harus melakukan yang namanya global value chain dan juga harus bicara tentang apa yang kita punya dan apa yang mereka punya. Jadi era barter itu sudah mulai terjadi di beberapa negara," ucapnya dalam dialog virtual, di Jakarta, Rabu, 8 September.

Lebih lanjut, kata Aviliani, sejak perang dagang antara Amerika Serikat dan China, tren perdagangan internasional arahnya adalah rantai nilai global. Sehingga, negara tidak bisa bisa berjualan begitu saja. Tetapi harus ada perjanjian.

"Terakhir-terakhir ini terkait dengan sawit itu biasanya kita negosiasi. Kita bisa impor apa dari mereka dan kita bisa ekspor apa ke negara itu. Nah ini yang akan menjadi tren ke depan. Jadi tidak bisa lagi kita bikin apa, baru kita cari pasar. Tapi kita harus mencari pasarnya dulu, baru (menentukan) apa yang mau kita lakukan di dalam negeri yang kita punya daya kompetitif yang tinggi," katanya.

Menurut Aviliani, tren ini menunjukkan bahwa arah perdagangan internasional kembali kepada zaman dahulu yang menganut sistem barter sebelum mengenal mata uang.

"Perdagangan internasional berubah, bukan berubah tapi malah menurut saya ini kembali ke zaman dulu modelnya. Dulu kan pesawat ditukar dengan beras ketan. Itu yang akan terjadi ke depannya," tuturnya.

Lebih lanjut, kata Aviliani, dengan adanya tren perubahan perdagangan internasional ini, pemerintah harus memberdayakan para duta besar Indonesia untuk mendapatkan informasi peluang ekspor.

"Karena duta besar yang bagus menurut saya itu yang mampu untuk memberikan informasi ke Indonesia mengenai apa sih produk yang dibutuhkan di sana dan kita punya daya saing atau sebaliknya," ujarnya.