Ada Bank Digital, Mungkinkah Bank Konvensional Bakal Ditinggal Nasabah?
Ilustrasi (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Aviliani menyarankan bank segera beradaptasi untuk mempertahankan nasabah. Caranya dengan melalui restrukturisasi platform dan proses teknologi informasi. Apalagi, saat ini perkembangan neobank atau bank digital di tanah air bergerak cepat.

Meski begitu, Aviliani mengatakan keberadaan neobank tidak akan mengikis industri bank konvensional. Ia menilai bank konvensional tetap mampu bertahan, karena karakteristik nasabah Indonesia yang membutuhkan jasa bank konvensional untuk transaksi dalam jumlah besar.

"Kalau kita lihat dalam pelaksanaannya ke depan, bank tradisional ini tetap ada, karena perusahaan yang pinjam uang di atas Rp5 miliar mana berani bank meminjamkan Rp5 miliar hanya lewat digital. Sangat riskan buat bank," ujarnya dalam diskusi Kemerdekaan dan Masa Depan Ekonomi Bangsa, Selasa, 10 Agustus.

Selain itu, kedepannya bank tradisional juga akan fokus menangani nasabah-nasabah prioritas yang menabung dana hingga triliunan. Aviliani menilai belum banyak orang yang berani menabung dalam jumlah besar di bank digital.

"Orang atau perusahaan yang menyimpan uang yang besar miliaran dan triliun nggak mungkin menggunakan neobank. Orang masih belum berani," tuturnya.

Meski tak akan tergeser oleh bank digital, namun Aviliani memprediksi terjadi perbedaan fungsi dua bank tersebut. Bank konvensional, kata dia, lebih banyak digunakan untuk transaksi dalam jumlah besar yang mengharuskan nasabah datang langsung di kantor cabang.

Sedangkan, lanjut Aviliani, bank digital digunakan untuk sistem pembayaran atau payment dalam nominal lebih kecil.

"Makanya, kalau kita lihat perkembangannya, bank selalu punya dua, digital dan konvensional, karena dia ingin tangani sumber dananya itu berasal dari bank yang konvensional, sedangkan bank digital lebih banyak untuk payment system," katanya.

Tren neobank di Indonesia berbeda

Aviliani memprediksi bahwa tren neobank di Indonesia akan berbeda dengan sejumlah negara lainnya. Pada sejumlah negara, neobank sepenuhnya berlaku digital tanpa kantor cabang.

"Kalau di kita, masih membuat bank tradisional menjadi neobank, tapi masih tetap punya kantor cabang. Kalau neobank benar-benar tidak punya cabang," katanya.

Lebih lanjut, Aviliani mengatakan lewat perkembangan itu, bank harus mampu beradaptasi dengan menciptakan ekosistem keuangan.

Menurut dia, bank juga perlu menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga jasa keuangan non bank lain, seperti financial technology (fintech) pinjaman, fintech pembayaran, dan sebagainya, hingga e-commerce.

Sekadar informasi, bank digital adalah layanan perbankan yang dilakukan secara daring atau online. Sejumlah bank digital yang muncul di dalam negeri antara lain Jenius, yang diluncurkan PT BTPN Tbk. Kemudian Jago dari Bank Jago, yang baru dirilis April tahun ini.

Kemudian ada Bank BCA Digital, Wokee dari Bank Bukopin, Digibank dari Bank DBS, dan TMRW dari Bank UOB. Sementara, bank lain yang masih dalam proses meliputi PT BRI Agroniaga Tbk, PT Bank Neo Commerce Tbk, PT Bank Capital Tbk, PT Bank Harda Internasional Tbk, PT Bank QNB Indonesia Tbk, dan PT KEB HanaBank.