Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah sampai sekarang terus memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Tujuannya tak lain untuk mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta dan sekitarnya. Kemudahan dalam mengakses transportasi kerap disuguhkan agar masyarakat tetap nyaman dalam melakukan perjalanan.

Kereta Rel Listrik (KRL) dan bus Transjakarta, adalah dua moda transportasi yang sampai saat ini menjadi pilihan bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas. Namun seiring adanya kemudahan tersebut, muncul masalah yang hingga kini kerap terjadi, yakni pelecehan seksual.

Dalam berbagai kasus pelecehan seksual di dalam moda transportasi, KRL maupun bus Transjakarta, pelaku selalu menggunakan modus yang sama, yakni kepadatan penumpang. Momen itu menjadi celah bagi para pelaku untuk melancarkan aksinya.

Contoh kasusnya, pelecehan seksual yang dilakukan oleh Mufarok, pria 56 tahun yang bekerja sebagai petugas harian lepas (PHL) di Pos Polisi Lalu Lintas (Pos Polantas) Tambora. Pelaku berhasil ditangkap usai korban wanita berani bersuara di dalam bus. Mufarok berhasil ditangkap penumpang pria yang juga ada di dalam bus tersebut.

Kasus pelecehan seksual lainnya, terjadi di Kereta Rel Listrik (KRL) yang dilakukan seorang pria terhadap penumpang wanita muda. Aksi pelecehan itu terekam video amatir yang viral di media sosial. Namun sayangnya pelaku tidak terungkap dan pihak KAI tidak menerima laporan.

Adanya kasus pelecehan seksual di dua moda transportasi tersebut, masing-masing pihak yakni KAI Commuter dan PT Transjakarta memberikan sikap yang berbeda.

Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas PT Trasjakarta Apriastini Bakti Bugiansri, dalam kasus pelecehan seksual yang belum lama ini terjadi, mengapresiasi langkah korban yang berani dan sigap menyikap pelecehan seksual yang dialaminya di dalam bus Transjakarta.

"Terkait video pelecehan seksual yang dialami oleh seorang pelanggan wanita ketika berada dalam armada bus layanan Transjakarta rute Pulogadung Harmoni pada Senin (20 Februari) malam, benar kejadian tersebut memang terjadi," kata Apriastini dalam keterangannya, Selasa, 21 Februari.

"Saya sangat berterima kasih serta mengapresiasi keberanian korban dan kesigapan rekan-rekan petugas pramusapa Transjakarta dalam menyikapi setiap kejahatan yang terjadi di Lingkungan layanan Transjakarta termasuk pelecehan seksual," urainya.

Apriastini mengecam tindakan pelaku pelecehan seksual, baik kasus ini maupun kasus-kasus pelecehan lain pada layanan Transjakarta.

"Siapa pun pelakunya harus ditindak keras/tegas sesuai hukum yang berlaku, selanjutnya untuk penanganan kasus tersebut kami serahkan kepada pihak yang berwajib," tegasnya.

Berbeda dengan PT KAI yang menyikapi kasus pelecehan seksual di dalam kereta yang justru melarang penumpang merekam video dan menyebarkannya ke media sosial.

Manager External Relations & Corporate Image Care KAI Commuter Leza Arlan justru mengimbau dan mengingatkan kepada para penumpang yang menaiki KRL, apabila mengalami tindakan pidana atau pelecehan untuk segera melapor kepada petugas di lapangan untuk dilakukan tidakan lebih lanjut.

“KAI Commuter mengingatkan kepada pengguna agar langsung melaporkan ke petugas keamanan atau menegur langsung apabila melihat hal-hal yang tidak pantas yang melanggar norma kesusilaan,” ucapnya.

Leza mengingatkan kepada penumpang yang mengalami pelecehan sebaiknya untuk tidak merekam dan menyebarkan luaskan ke publik karena melanggar UU ITE Pasal 27 Ayat 1. Pasalnya, kata Leza, di dalam gerbong kereta memiliki CCTV yang dapat mendeteksi wajah.

Dalam kasus pelecehan seksual di dalam bus Transjakarta, korban berinisial H sempat memposting peristiwa itu ke akun Twitternya. Meski pada saat kejadian pelaku sudah ditangani dan diamankan petugas. Namun korban tetap menceritakan pengalamannya itu di media sosial.

Sedangkan pada kasus pelecehan seksual di dalam kereta, terungkap setelah seorang penumpang lainnya merekam video kejadian tersebut. Perekam video pun mengunggahnya ke media sosial sehingga dapat diketahui adanya aksi tersebut.

Namun sayangnya, hingga kini pelaku belum terungkap meski PT KAI mengklaim adanya CCTV yang bisa mengawasi gerak-gerik penumpang dan mendeteksi wajah.